Clock By Blog Tips

Tuesday, February 22, 2011

Jangan Sampai Kasus PINDAD Berindikasi Kriminal


Catatan Redaksi:
Beberapa minggu berselang, pada awal Januari, Global Future Institute menggelar diskusi terbatas, mengungkap kembali  kejadian pada Agustus 2009 ihwal jual-beli senjata illegal yang melibatkan Israel dan Georgia yang telah dijadikan daerah transit pengiriman senjata ke berbagai negara. Salah satu yang mencuat  adalah keterkaitannya dengan Filipina, sekutu tradisional Amerika Serikat. Kasus ini jadi misterius ketika beberapa jenis senjata termasuk senapan buatan PT Pindad Indoensia termasuk di dalamnya, berhasil ditemukan dan disita aparat keamanan Filipina menyusul penangkapan kapal pengiriman senjata berbendera panama, termasuk 14 kru kapal asal Georgia dan Afrika. Adakah kaitan parallel antara konspirasi kelompok Hawkish, Israel dan para petinggi politik Georgia telah menyeret keterlibatan PINDAD dalam  jual-beli senjata illegal tersebut?

Diskusi terbatas yang kami lakukukan dengan beberapa staf inti GFI, menggarisbawahi perlunya pihak berwenang Indonesia, khususnya Departemen Pertahanan segera memberikan konfirmasi resmi apa memang ada perjanjian ekspor PT PINDAD dan Filipina.

Menyusul adanya indikasi kuat  jual-beli persenjataan illegal yang melibatkan Israel dan Georgia sebagaimana tulisan-tulisan kami sebelumnya, Global Future Institute menaruh merasa perlu untuk mengangkat kembali sebuah berita yang dilansir kantor berita antara 28 Agustus 2009 lalu.

Ketika itu, aparat keamanan Filipina menemukan lima peti senjata  jenis senjata buatan PINDAD Indonesia di kapal berbendera Panama.  Yang jadi tanya, apakah kapal yang masuk ke Filipinan itu dalam rangka  bagian dari perjanjian ekspor antara PT PINDAD dengan Filipina? Menariknya, pihak resmi Indonesia maupun Filipinan sampai saat tulisan ini dibuat sama sekali belum memberikan konfirmasi atas pertanyaan mendasar tersebut.

Kalau kapal pengangkut lima peti senjata yang didalamnya termasuk senjata buatan PINDAD, memang masuk sebagai bagian kesepakatan perjanjian eskpor PT Pindad dan Filipina, mengapa aparat keamanan Filipina kemudian ada penyitaan dari pihak aparat keamanan Filipina?

Misteri lain seputar kasus ini adalah,kenyataan bahwa  jurubicara Deplu waktu itu Teuku Faizasyah, pihak Deplu RI sama sekali belum bisa memastikan memang ada perjanjian ekspor itu. Nah ini menarik, apalagi jika kita paralelkan dengan beberapa indikasi adanya jual beli senjata illegal yang melibatkan Israel dan menjadikan Georgia sebagai tempat transit, menuju pengiriman berbagai jenis senjata ke berbagai negara.

Itu sebabnya sebelumnya kami menurunkan beberpaa artikel yang antara lain, mencatat adanya pengiriman senjata ke Filipina, yang melibatkan 14 kru asalasal Georgia dan Afrika. Dan sinilah, aparat beacukai Filipina menemukan sekitar 50 senapan di Bataan pada 20 Agustus 2009, termasuk dari senapan jenis SS1-V1 buatan Pindad.

Pemerintah Indonesia, khususnya Departemen Pertahanan sebagai stake holder utama berkaitan dengan pengadaan peralatan militer(Alat Utama Sistem Pertahanan Semesta/Alutsista), kiranya harus segera member keterangan resmi yang tegas dan tidak multi-tafsir ihwal benar tidaknya perjanijian antara PINDAD dan Filipina berkaitan dengan ekspor senjata ke Filipina.

Ini bukan masalah main-main, dan karenanya tidak saja akan mempertaruhkan nama baik dan reputasi PINDAD sebagai salah satu BUMN industri pertahanan strategis Indonesia, melainkan juga akan mencemarkan nama baik Indonesia di dunia internasional.

Dan dari kalangan masyarakat dan DPR pun sebenarnya tidak tinggal diam. Anggota DPR komisi I waktu itu sempat mendesak pemerintah mengusut penyitaan senjata buatan PINDAD tersebut oleh pihak Filipina. Bahkan selain Departemen Pertahanan, Yusron Ihza Mahendra yang ketika itu masih menjadi anggota Komisi Satu, mendesak agar Badan Usaha Milik Negara, Departemen Perdagangan, Departemen Perndustrian dan Badan Pemeriksa Keuangan, melakukan koordinasi dalam pengusutan ini. Untuk memasikan apakah pengiriman senjata produk Pindad tersebut legal atau ilegal.

Seruan dan desakan adanya pengusutan dari pihak Indonesia memang penting, karena logikannya, jika memang PT PINDAD memiliki dokumen yang lengkap, pihak aparat keamanan Filipina rasa-rasanya tidak akan mungkin melakukan tindak penyitaan sebagaimana yang terjadi pada 20 Agustus 2009.

Kalau menurut versi Pindad ketika itu, segala sesuatu berkaitan dengan pengiriman itu sudah sesuai prosedur. Menurut Juru bicara Pindad Timbul Sitompul, senjata yang ditemukan di Filipina itu merupakan pesanan dari Pemerintah Filipina. Bahkan secara spesifik dia mengatakan bahwa yang dipesan Filipina adalah senjata jenis pistol P2 sebanyak 10 buah. Dan sudah dilengkapi dengan kontrak dari negara pengimpor yang tentunya berarti Filipina sudah member izin.

Lagi-lagi pada taraf ini kasus menjadi misterius. Dalam diskusi terbatas dengan bebrapa staf peneliti Global Future Institute, ada tahapan yang perlu dicermati mengapa kasus yang menurut versi Pindad tersebut sudah berjalan sesuai prosedur namun pada perkembangannya menjadi ilegal. Salah satunya adalah dengan diterapkannya sistem pengiriman dengan menggunakan Freight  on board. Dengan mekanisme ini, kapal yang digunakan  ditentukan oleh negara si pemesan, dalam hal ini Filipina. Dan keputusan Filipina, kemudian memakai kapal berbendera Panama. Sehingga terjadilah kasus yang memalukan itu.

Nilai senjata yang diketemukan pihak aparat Filipina itu konon bernilai 25 juta pesos alias 1,2 miliar. Memang menurut Ketua Intelijen Kepabeanan dan Jasa Filipinan ketika itu, Fernandino Tuason, ada indikasi kuat bahwa sejumlah politisi Filipina telah memesan sindikat internasional untuk pengamanan selama pemilu parlemen pada 2010 lalu. Jenis senjata yang biasa dipesan adalah senjata jenis Galil buatan Israel, begitu menurut Tuason sebagaimana dikutip oleh harian Filipinan Philippine Daily Inquirer.

Lanjut Tuason, senjata-senjata model begini dalam pemilu biasanya digunakan untuk pembunuhan musuh-musuh politik, namun juga tak tertutup kemungkinan bertujuan untuk aksi destabilisasi terhadap pemerintahan Filipina.

Tapi misteri kasus ini semakin menguat ketika Tuason menambahkan, bahwa meski pada awalnya informasi yang didapat, senjata itu adalah pesanan dari Israel, namun temuan pada perkembangan selanjutnya adalah senjata itu buatan Pindad Indonesia.
Berkaitan dengan hal itu, Global Future Institute menyerukan agar investigasi dimulai dengan membedah sisi rawan dari sistem pengiriman dengan mekanisme freight on  board yang mana keputusan mengenai kapal yang digunakan untuk proses pengiriman ditentukan oleh negara pemesan.

Di Filipina, yang mana konspirasi antara beberapa kalangan pebinis dengan pejabat tinggi pemerintahan sangat sering terjadi dan sudah menjadi hal yang lazim, sebenarnya kasus seperti ini sangat tidak mengejutkan. Yang mengganggu kami dari Global Future Institute, mengapa sampai melibatkan PT Pindad dalam kasus yang oleh pemerintah Filipina dinyatakan sebagai kasus ilegal dan bahkan criminal?

Global Future Institute, melihat tidak adanya koordinasi antar departemen maupun antar instansi yang berwenang dalam bidang keamanan dan intelijen, sebagai penyebab dan faktor utama kasus tersebut terjadi.

Karena itu, Global Future Institute menyerukan agar segera pihak pemerintah Indonesia, khususnya para stake holders terkait, memberikan keterangan resmi dan konfirmasi bahwa memang segala sesuatu terkait pengiriman senjata Pindad tersebut memang legal dan sudah sesuai prosedur. 






theglobal-review

0 komentar:

Post a Comment