Clock By Blog Tips

Monday, October 18, 2010

Damai Israel-Palestina Makin Sulit


Headline
Bagi Hisbullah dan Hamas, kunjungan Presiden Ahmadinejad ke Libanon merupakan pembakar semangat perjuangan melawan Israel. Tapi bakal lebih menyulitkan perdamaian.

Bagi pejuang Hisbullah di Libanon Selatan dan Hamas di Gaza, Palestina, kunjungan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke Libanon pekan ini benar-benar merupakan sebuah pembakar semangat dalam perjuangan melawan Israel.

Ahmadinejad sekali lagi membuktikan pemimpin Islam yang bertindak konkrit. Dia tidak ragu membuka dukungannya kepada kelompok yang melakukan perlawanan terhadap Israel.
Namun bagi Israel sebaliknya. Kunjungan Ahmadinejad merupakan ancaman serius. Eksistensinya memang hendak dihapus Ahmadinejad. Dengan mendukung Hisbullah di bagian Utara Israel dan Hamas di tanah Palestina, setidaknya Ahmadinejad mulai mengepung Israel dari dua arah.
Jika Siria di bagian Timur Israel bergabung dengan Hisbullah dan Hamas, Israel semakin dikepung tiga arah sehingga di atas peta benar-benar terpojok. Lain halnya bagi mereka yang menginginkan terciptanya perdamaian di Timur Tengah, kunjungan dua hari Presiden Iran itu justru menjadi petaka baru.
Keterlibatan Iran dalam konflik Timur Tengah bakal mengundang pihak-pihak lain terutama yang memiliki hubungan buruk dengan Iran, khususnya Amerika Serikat. Yang terakhir inipun bukan mustahil akan mengajak pihak lain seperti negara-negara NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Kalau AS makin terlibat, bukan mustahil Rusia, musuh abadi. Washington, akan ikut melibatkan diri. Akhirnya PBB pun akan semakin sibuk dengan agenda-agenda perdamaian yang hanya manis kedengaran dibacakan di atas podium.
Perang dan politik menjadi panglima. Bisnis dan perdagangan kembali akan terganggu dan dana-dana yang semestinya digunakan untuk investasi dan penciptaan lapangan kerja, bakal disedot perusahaan-perusahaan yang memproduksi alat-alat perang. Terorisme juga mungkin bertambah marak. Semoga saja perkiraan buruk ini tidak terjadi.
Cukup ironis memang. Niat baik Ahmadinejad membantu Hisbullah maupun Hamas, belum tentu hasilnya baik. Bagi Israel, Ahmadinejad merupakan stigma yang tidak bisa dihapus begitu saja dari benak orang Yahudi. Stigma itu berubah menjadi momok. Sehingga setiap keterlibatan Ahmadinejad dalam konflik Timur Tengah akan mengusik ketenangan Israel.
Padahal hingga pertengahan 2010 harapan melihat perdamaian di Timur Tengah yang dipicu permusuhan Israel-Palestina, masih cukup besar. Terutama karena AS kelihatannya serius dengan agenda perdamaian. Bahkan sempat membuat ancang-ancang waktu penanda-tanganan perdamaian Israel-Palestina.
Presiden Barack Obama tidak hanya menugaskan secara khusus Menlu Hillary Clinton serta mengangkat Utusan Khusus untuk menyelesaikan persoalan Timur Tengah. Obama juga mempertemukan pemimpin Israel dan Palestina di Gedung Putih. Obama menjadikan perdamaian Israel-Palestina sebagai sebuah proyek prestisius.
Hanya saja menjelang Sidang Umum PBB September 2010, ketegangan Palestina dan Israel kembali mencuat. Membuat Hillary Clinton, orang kepercayaan Obama dalam politik luar negeri, seperti orang pintar yang kehabisan akal bagaimana mendamaikan Israel-Palestina.
Akhirnya diputuskan perundingan Israel-Palestina diistirahatkan. Nah di saat itulah Ahmadinejad meluncurkan bola ke lapangan. Dengan cara melakukan lawatan ke Libanon.
Jadi momentum yang dipilih pemimpin Iran itu untuk menemui atau menerima pemimpin Hisbullah, Hassan Nasrullah di Kedubes Iran di ibukota Libanon, Beirut, didasarkan kalkulasi yang sangat tepat.
Sebab pasca Sidang Umum PBB, September 2010, semangat AS sebagai jurudamai Israel-Palestina sedang mengendor. Juga muncul kejenuhan di kalangan diplomat Washington dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Ditambah lagi Obama tengah mengubah prioritas persoalan yang harus diselesaikannya. Obama lebih fokus pada pemulihan ekonomi. Setelah membaca neraca keuangan, Obama menemukan data bahwa dana yang digunakan pemerintah AS untuk membiayai pasukannya di Irak dan Afghanistan, sudah sedemikian besar.
Biaya-biaya itu ikut mempengaruhi ketahanan ekonomi nasional. Jika pembiayaan pasukan di luar negeri itu diteruskan, AS bakal menghadapi krisis ekonomi lebih serius.
Itu sebabnya Obama memilih menghemat dengan menghapus pembiayaan pasukannya di Afghanistan dan Irak. Washington mulai menyadari memperbaiki persoalan dalam negeri jauh lebih baik dari pada mengurusi negara lain.
Terhadap Israel dan Palestina pun, AS mulai bersikap seperti itu. Jika perlu, saat ini juga AS berpaling dari Timur Tengah. Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah Washington akan membiarkan Timur Tengah menjadi wilayah yang dikuasai Ahmadinejad?
Hampir dapat dipastikan, tidak. Washington tidak sudi. Bukan mustahil AS terpaksa kembali ke Timur Tengah dengan paradigma baru. Maka akan terjadi konfrontasi langsung Iran dan AS.
Inilah hal yang yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar bantuan Iran terhadap Hisbullah dan Hamas. Maka perdamaian di Timur Tengah pun makin sulit dicapai. [mdr]

Inilah.com/

0 komentar:

Post a Comment