kapal selam baru dari Russia yang dimasukkan dalam satu paket pembelian |
JAKARTA – Rencana pembelian kapal selam oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) hendaknya dilakukan satu paket. Pembelian satu paket memungkinkan adanya transfer teknologi dan penyertaan industri pertahanan dalam negeri.
“Empat kapal selam yang sudah kami setujui harus dibeli dari satu negara. Perkara negara mana yang akan diajak bekerja sama, kita serahkan wewenang itu kepada Kemhan dan TNI karena mereka yang lebih paham,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat dihubungi di Jakarta, Minggu (21/11).
Kemhan dan TNI saat ini sedang menjajaki empat negara yang diperkirakan akan bekerja sama dalam pengadaan kapal selam. Empat negara itu ialah Jerman, Korea Selatan, Rusia, dan Prancis. Mahfudz berharap pada Januari atau Februari 2011 pemerintah sudah menetapkan kerja samanya (MoA).
Yang jelas, politisi dari PKS ini memberi catatan agar kerja sama tersebut bisa menguntungkan Indonesia, terutama dalam rangka modernisasi alutsista dan revitalisasi industri pertahanan dalam negeri.
Ditanya tentang anggaran yang dialokasikan untuk pembelian empat kapal selam ini, Mahfudz mengatakan tak begitu hapal. Dari penelusuran Koran Jakarta, harga satu kapal selam standar mencapai 300 juta dollar AS atau 2,7 triliun rupiah (kurs 9.000 rupiah/dollar AS).
Kalau yang dianggarkan empat kapal selam, berarti pemerintah membutuhkan dana hingga 10,8 triliun rupiah atau hampir setara dengan alokasi anggaran untuk modernisasi alutsista pada tahun 2011.
Dari segi terknologi, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Rizal Darma Putra melihat, Jerman terdepan dibandingkan tiga negara lain yang sedang dijajaki. “Jerman terkenal dengan pengalamannya membuat kapal selam diesel berteknologi canggih. Terlepas dari itu, Rizal berharap pemerintah memperhatikan keberlanjutan pemeliharaan kapal selam yang akan dibeli.
Untuk kebutuhan Indonesia, Rizal melihat bukan kapal selam dengan daya jelajah yang jauh yang dibutuhkan.
Terpenting, kapal selam yang nantinya dibeli harus mampu menjaga perairan Indonesia, terutama di selat-selat strategis yang meliputi Malaka, Lombok, Sunda, dan Makassar. “Kita membutuhkan kapal selam yang bisa menyelam secara senyap, mampu menghindar dari deteksi sonar,” katanya. Pengadaan kapal selam, tambah Rizal, amat dibutuhkan.
“Asalkan bisa menggunakan anggaran dengan cermat dan akuntabel,” katanya. Dia berharap pemerintah saat ini memprioritaskan pada modernisasi alutsista dibandingkan hal lain seperti rencana pembentukan komponen cadangan.
Menurutnya, pemerintah bisa mengesampingkan pembentukan komponen cadangan agar dananya bisa dialokasikan untuk pengadaan alutsista. Saat ini Indonesia baru memiliki dua kapal selam yang diberi nama KRI Cakra dan KRI Nanggala. Keduanya merupakan produksi Jerman dengan kelas 209/1300 yang dibuat pada tahun 1981.
“Empat kapal selam yang sudah kami setujui harus dibeli dari satu negara. Perkara negara mana yang akan diajak bekerja sama, kita serahkan wewenang itu kepada Kemhan dan TNI karena mereka yang lebih paham,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq saat dihubungi di Jakarta, Minggu (21/11).
Kemhan dan TNI saat ini sedang menjajaki empat negara yang diperkirakan akan bekerja sama dalam pengadaan kapal selam. Empat negara itu ialah Jerman, Korea Selatan, Rusia, dan Prancis. Mahfudz berharap pada Januari atau Februari 2011 pemerintah sudah menetapkan kerja samanya (MoA).
Yang jelas, politisi dari PKS ini memberi catatan agar kerja sama tersebut bisa menguntungkan Indonesia, terutama dalam rangka modernisasi alutsista dan revitalisasi industri pertahanan dalam negeri.
Ditanya tentang anggaran yang dialokasikan untuk pembelian empat kapal selam ini, Mahfudz mengatakan tak begitu hapal. Dari penelusuran Koran Jakarta, harga satu kapal selam standar mencapai 300 juta dollar AS atau 2,7 triliun rupiah (kurs 9.000 rupiah/dollar AS).
Kalau yang dianggarkan empat kapal selam, berarti pemerintah membutuhkan dana hingga 10,8 triliun rupiah atau hampir setara dengan alokasi anggaran untuk modernisasi alutsista pada tahun 2011.
Dari segi terknologi, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Rizal Darma Putra melihat, Jerman terdepan dibandingkan tiga negara lain yang sedang dijajaki. “Jerman terkenal dengan pengalamannya membuat kapal selam diesel berteknologi canggih. Terlepas dari itu, Rizal berharap pemerintah memperhatikan keberlanjutan pemeliharaan kapal selam yang akan dibeli.
Untuk kebutuhan Indonesia, Rizal melihat bukan kapal selam dengan daya jelajah yang jauh yang dibutuhkan.
Terpenting, kapal selam yang nantinya dibeli harus mampu menjaga perairan Indonesia, terutama di selat-selat strategis yang meliputi Malaka, Lombok, Sunda, dan Makassar. “Kita membutuhkan kapal selam yang bisa menyelam secara senyap, mampu menghindar dari deteksi sonar,” katanya. Pengadaan kapal selam, tambah Rizal, amat dibutuhkan.
“Asalkan bisa menggunakan anggaran dengan cermat dan akuntabel,” katanya. Dia berharap pemerintah saat ini memprioritaskan pada modernisasi alutsista dibandingkan hal lain seperti rencana pembentukan komponen cadangan.
Menurutnya, pemerintah bisa mengesampingkan pembentukan komponen cadangan agar dananya bisa dialokasikan untuk pengadaan alutsista. Saat ini Indonesia baru memiliki dua kapal selam yang diberi nama KRI Cakra dan KRI Nanggala. Keduanya merupakan produksi Jerman dengan kelas 209/1300 yang dibuat pada tahun 1981.
Beware | Interesting
0 komentar:
Post a Comment