Goresan yang dianggap sesuai dengan kendaraan penembak peluru kendali balistik jarak menengah Iran, Shahab 3, tersebut ternyata merupakan gambaran kendaraan yang sudah tidak dipakai lagi dalam program peluru kendali Iran, digantikan dengan model yang lebih baru dan ditingkatkan kemampuannya.
Kendaraan tersebut diperlihatkan dalam sebuah skema per bagian yang memiliki bentuk "topi kerucut" yang mirip dengan peluru kendali No Dong milik Korea Utara, hal itu dikonfirmasikan dalam sebuah investigasi yang dilakukan IPS.
Tapi, ketika Iran menguji terbang sebuah peluru kendali baru pada pertengahan tahun 2004, peluru kendali tersebut tidak memiliki hulu ledak berbentuk "topi kerucut", melainkan bentuk "botol bayi" yang lebih aerodinamis dibandingkan bentuk asli peluru kendali Iran.
Pengembangan peluru kendali dan hulu ledak baru tersebut telah dilakukan selama bertahun-tahun pada saat itu, menurut keterangan penulis studi paling terpercaya mengenai program peluru kendali Iran.
Menurut laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) skema tersebut tertanggal Maret dan April 2003. Tapi, menurut Mike Elleman, penulis kepala dari studi yang dipublikasikan Institut Studi Strategis Internasional (IISS) bulan Mei lalu, Iran memperkenalkan bentuk hulu ledak yang baru dan sejumlah inovasi besar lain dalam desain peluru kendali jarak menengah dalam kurun waktu dua hingga lima tahun.
Dalam wawancara dengan IPS, Elleman membenarkan bahwa desain ulang kendaraan peluncur peluru kendali tersebut pasti sudah dimulai selambat-lambatnya tahun 2002.
Mantan kepala Departemen Perlindungan IAEA, Ollui Heinonen yang menyusun investigasi IAEA terhadap dokumen intelijen mengenai Iran, dalam wawancara dengan IPS membenarkan bahwa skema yang ada dalam dokumen-dokumen tersebut merupakan skema peluru kendali No Dong yang lama, bukannya peluru kendali bari yang diuji coba pada pertengahan tahun 2004.
Heinonen, yang kini menjadi staf senior di Belfer Center for Science and International Affairs di Kennedy School of Government di Harvard University, menerangkan keanehan kemunculan hulu ledak lama dalam skema tersebut dan mengatakan bahwa kelompok yang mengerjakan skema tersebut tidak memiliki hubungan dengan program peluru kendali Iran.
"Dari informasi itu, tampaknya kelompok ini bekerja sama dengan orang ini," kata Heinonen, merujuk pada Dr. Mohsen Fakrizadeh, orang yang disebut namanya dalam dokumen-dokumen itu sebagai kepala program penelitian. "Mereka tidak bekerja sama dengan program peluru kendali."
Namun, penjelasan itu bertentangan dengan dokumen-dokumen intelijen itu sendiri. IAEA menyebut isi surat satu halaman dari Fakhrizadeh kepada Shahid Hemat Industrial Group tertanggal 3 Maret 2003 sebagai upaya "mencari bantuan dengan transfer data secara cepat" untuk mengerjakan desain ulang kendaraan penembak peluru kendali.
Shahid Hemat, yang merupakan bagian dari Organisasi Industri-Industri Pertahanan militer, terlibat dalam uji coba mesin Shahab-3 dan secara khusus mengerjakan sistem kontrol dan aerodinamika peluru kendali Iran, seperti diberitakan media AS.
rudal jarak jauh Shahab-3 berdaya jangkau hingga 2000 km |
Dalam wawancara lanjutan, Heinonen mengakui bahwa program yang diperlihatkan dalam dokumen intelijen yang ditanyakan harus bergantung pada program peluru kendali Iran untuk mendapatkan data dasar mengenai dimensi peluru kendali Shahab-3 atau No Dong.
Dalam sebuah wawancara, Heinonen juga menyatakan bahwa para teknisi yang mengerjakan program nuklir tersebut bisa saja diperintahkan mendesain ulang model Shahab-3 sebelum muncul keputusan untuk beralih pada model desain yang baru, dan tidak dapat mengubah rencana kerja tersebut saat sudah diputuskan.
Tapi, studi IISS tersebut memperjelas bahwa pengembangan peluru kendali baru sudah dimulai pada tahun 2000, jauh sebelum peluncuran proyek desain ulang hulu ledak yang diduga pada tahun 2002 dan terdapat dalam draf studi Departemen Perlindungan IAEA yang dibocorkan kepada Institut Sains dan Keamanan Internasional (ISIS) pada Oktober 2009.
Keputusan merancang peluru kendali baru didorong oleh sebuah pertimbangan yang amat penting. Shahab-3 yang dibeli dari Korea Utara pada awal hingga pertengahan dekade 1990-an hanya mampu menjangkau jarak 800 hingga 1.000 kilometer, tergantung pada berat muatannya, demikian menurut studi IISS. Hal itu berarti Shahab-3 tidak mampu menjangkau Israel.
Tapi, peluru kendali baru yang kemudian dinamai Ghadr-1, dapat memuat bahan peledak berdaya ledak tinggi sejauh 1.500 hingga 1.600 kilometer, membuat Israel masuk dalam jangkauan peluru kendali Iran untuk pertama kalinya.
Studi IISS tersebut mengindikasikan bahwa sebuah badan intelijen asing yang ingin memalsukan gambaran teknis kendaraan tersebut tidak mungkin tahu bahwa Iran sudah meninggalkan Shahab-3 dan mengerjakan Ghadr-1 yang lebih canggih hingga setidaknya setelah pertengahan Agustus 2004. Menurut studi tersebut, uji coba peluncuran pada 11 Agustus 2004 merupakan yang pertama kali memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Iran telah mengembangkan peluru kendali dengan desain hulu ledak berbentuk "botol bayi."
Sebelum uji coba tersebut, Elleman menyatakan kepada IPS, "Tidak ada informasi bahwa mereka (Iran) memodifikasi hulu ledak."
Meski pihak pemalsu dokumen segera menyadari kesalahan itu, sudah terlalu terlambat untuk memuat dokumen baru berdasarkan desain hulu ledak yang baru.
Orang-orang yang memerintahkan penggambaran skema hulu ledak Shahab-3 untuk memalsukan data militer Iran pastinya disesatkan oleh pernyataan Iran mengenai status peluru kendali tersebut. Studi IISS menyatakan bahwa pada awal 2001, Iran menyatakan bahwa Shahab-3 memasuki tahap "produksi massal" dan pada Juli 2003 dinyatakan "beroperasi."
Namun, studi IISS tersebut menyatakan bahwa pengumuman itu baru muncul setelah AS menginvasi Irak, saat Iran merasakan kebutuhan yang mendesak untuk mengklaim memiliki kemampuan peluru kendali yang bisa ditembakkan. Studi itu menyebutkan, "amat diragukan" bahwa peluru kendali tersebut pernah diproduksi dalam jumlah yang signifikan.
Skema peluru kendali yang ditanyakan tersebut merupakan bagian pengumpulan dokumen intelijen yang diperoleh pemerintah AS dari sumber yang tidak disebutkan pada tahun 2004. Berdasarkan brifing dari para pejabat AS, pemberitaan media pada tahun 2005 dan 2006 mengindikasikan bahwa dokumen-dokumen tersebut disimpan di sebuah komputer jinjing (laptop) yang dicuri dari seorang ilmuwan Iran yang berpartisipasi dalam program senjata nuklir rahasia.
Tapi, cerita mengenai asal mula dokumen tersebut kini digantikan cerita baru, yang pertama kali dipublikasikan ISIS yang berbasis di Washington pada Oktober 2009. ISIS menyatakan bahwa dokumen-dokumen dugaan program Iran tersebut sama sekali tidak diberikan kepada intelijen Iran dalam laptop.
ISIS menyatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan seorang warga Iran yang menjadi mata-mata untuk intelijen Jerman, cerita yang dipertegas oleh Der Spiegel pada Juni 2010.
Heinonen mengatakan kepada IPS bahwa dirinya tidak berusaha memastikan asal sebenarnya dari dokumen-dokumen tersebut. "Orang-orang yang menyediakan dokumen semacam itu ingin melindungi sumber mereka," kata mantan pejabat IAEA tersebut. "Saya tidak ingin memperoleh informasi semcam itu." (dn/ip)
suaramedia
Beware | Interesting
0 komentar:
Post a Comment