Pembuatan
pesawat jet tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment
(KFX/IFX) yang dilakukan bersama Korea Selatan terus mengalami perkembangan,
bahkan tim dari kedua negara "Technical Development Test" (TDT),
sehingga diharapkan prototipe pesawat tersebut telah selesai pada 2013.
"Sepanjang 2012 ini, para teknisi diharapkan bisa menguasai pengembangan teknis pesawat KFX. Sampai sekarang, pengembangan teknis sudah berjalan sesuai rencana. Kalau pun mundur, akan kita upayakan untuk dikejar," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto usai menerima kunjungan delegasi Komite Kerja Sama Industri Pertahanan (DICC) Korea Selatan di Kantor Kemhan, Kamis.
Karena, lanjut dia, pada tahun 2013 para teknisi harus sudah beralih pada pencapaian berikutnya, yakni pengembangan mesin dan manufaktur sehingga diharapkan pada tahap ini sudah bisa dibuat enam buah prototipe pesawat KFX.
Menurut dia, teknisi yang dikirim pemerintah Indonesia untuk melakukan alih teknologi pesawat tempur KFX/IFX bisa mengimbangi para teknisi dari Korea Selatan yang notabene adalah negara perancang pesawat itu.
"Awalnya teknisi kita memang agak kesulitan mengimbangi teknisi mereka. Tapi, saat ini mereka sudah bisa mengimbangi," ujarnya.
Sekitar tujuh bulan lalu, Kemhan telah mengirimkan 37 teknisi untuk tahap awal proses alih teknologi. Mereka terdiri atas enam pilot pesawat tempur TNI Angkatan Udara, tiga orang dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan, 24 teknisi dari PT Dirgantara Indonesia, dan empat dosen teknik penerbangan dari Institut Teknologi Bandung.
Ia mengatakan, untuk pengiriman para teknisi selanjutnya, Kemhan akan mempersiapkan sarana dan prasana, sumber daya manusia, serta manajemen yang baik.
"Biasanya kita akan meminta kepada pihak Korea, pengembangan apa yang bisa
dilakukan lebih awal. Kita berupaya melengkapi sesuai dengan keinginan mereka
agar alih teknologi berjalan sebaik-baiknya," tuturnya.
Khusus untuk SDM, lanjut Eris, Kemhan akan mencari teknisi yang bisa mengimbangi para teknisi Korea agar tak ada kendala dalam alih teknologi sehingga ke depan Kemhan akan membagi mana yang bisa dilibatkan dalam proses alih teknologi ini, baik dari kalangan industri, akademisi, maupun dari pihak pemerintah.
Ia mengatakan, sebenarnya ada sedikit perbedaan yang memantik diskusi panjang dengan delegasi DICC Korea, yakni soal perbedaan sistem antara industri pertahanan dalam negeri dan Korea karena industri pertahanan di korea murni swasta, sedangkan di Indonesia di bawah BUMN.
Oleh karena itu, dalam kerja samanya perlu ada beberapa poin yang harus didiskusikan, kata Eris.
Kendati demikian, Kemhan berkomitmen bahwa alih teknologi ini tidak berfokus hanya pada hasil, tetapi pada proses. Hal ini dinilai penting agar proses alih teknologi benar-benar berjalan sempurna dan Indonesia bisa segera mampu membuat pesawat tempur sendiri.
Pimpinan DICC Korea Selatan Noh Dae-Lae mengatakan program alih teknologi dengan Indonesia selama ini berjalan baik karena kebijakan revitalisasi industri pertahanan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata memiliki arah yang sama dengan kebijakan di negaranya.
"Diharapkan, ke depan hubungan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan bisa terus-menerus ditingkatkan. Saya berharap kerja sama ini melaju cepat," ujarnya.
Pesawat tempur KFX adalah pesawat tempur generasi 4,5 atau setingkat dengan pesawat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, pesawat ini lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk pesawat F-16 dan Sukhoi.
Rencananya, proyek alih teknologi ini akan berlangsung hingga 2020 dengan jumlah pesawat yang akan dibuat adalah 150 unit senilai 8 miliar dolar Amerika. Sementara Indonesia akan mendapatkan sebanyak 50 unit dengan anggaran sebesar 1,6 miliar dolar Amerika.
Khusus untuk SDM, lanjut Eris, Kemhan akan mencari teknisi yang bisa mengimbangi para teknisi Korea agar tak ada kendala dalam alih teknologi sehingga ke depan Kemhan akan membagi mana yang bisa dilibatkan dalam proses alih teknologi ini, baik dari kalangan industri, akademisi, maupun dari pihak pemerintah.
Ia mengatakan, sebenarnya ada sedikit perbedaan yang memantik diskusi panjang dengan delegasi DICC Korea, yakni soal perbedaan sistem antara industri pertahanan dalam negeri dan Korea karena industri pertahanan di korea murni swasta, sedangkan di Indonesia di bawah BUMN.
Oleh karena itu, dalam kerja samanya perlu ada beberapa poin yang harus didiskusikan, kata Eris.
Kendati demikian, Kemhan berkomitmen bahwa alih teknologi ini tidak berfokus hanya pada hasil, tetapi pada proses. Hal ini dinilai penting agar proses alih teknologi benar-benar berjalan sempurna dan Indonesia bisa segera mampu membuat pesawat tempur sendiri.
Pimpinan DICC Korea Selatan Noh Dae-Lae mengatakan program alih teknologi dengan Indonesia selama ini berjalan baik karena kebijakan revitalisasi industri pertahanan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata memiliki arah yang sama dengan kebijakan di negaranya.
"Diharapkan, ke depan hubungan kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan bisa terus-menerus ditingkatkan. Saya berharap kerja sama ini melaju cepat," ujarnya.
Pesawat tempur KFX adalah pesawat tempur generasi 4,5 atau setingkat dengan pesawat F-18 milik Amerika Serikat. Artinya, pesawat ini lebih canggih dari pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, termasuk pesawat F-16 dan Sukhoi.
Rencananya, proyek alih teknologi ini akan berlangsung hingga 2020 dengan jumlah pesawat yang akan dibuat adalah 150 unit senilai 8 miliar dolar Amerika. Sementara Indonesia akan mendapatkan sebanyak 50 unit dengan anggaran sebesar 1,6 miliar dolar Amerika.
Sumber : Kemhan
0 komentar:
Post a Comment