Clock By Blog Tips

Friday, July 22, 2011

Untuk Hillary Clinton: Tentaraku Bukan Karung Goni


Berita mengesankan kalau lembaga adalah sebangsa malaikat penjaga kebenaran dan akal sehat, berisi sekumpulan pemerhati yang tak bakal tenang tidurnya jika Indonesia menderita.

Di antara yang dianggap penting oleh pers Jakarta pekan ini adalah pernyataan sebuah lembaga swasta asing berbasis New York, Human Right Watch, sekaitan rencana kehadiran Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, di Bali terhitung Kamis. Pers Jakarta, seperti bisa ditebak, menstensil pernyataan lembaga asing itu tanpa kritisisme dan, ... kali ini Anda bisa menebaknya sendiri, mereka gagal mendeteksi tikaman maut di dalamnya: arsenik dosis tinggi untuk Tentara Nasional Indonesia – pilar negara yang semestinya mereka lindungi dengan ongkos apapun.

Berita mengesankan kalau lembaga adalah sebangsa malaikat penjaga kebenaran dan akal sehat, berisi sekumpulan pemerhati yang tak bakal tenang tidurnya jika Indonesia menderita. Kata berita, lembaga prihatin pada suramnya prospek penegakan hukum dan hak asasi pasca reformasi. Di antara kritik utama mereka adalah apa yang mereka sebut sebagai ‘kesewenang-wenangan militer Indonesia’. Pelanggaran hukum berat ini, kata mereka, jarang terekspos meski “fakta kemesraan militer Amerika Serikat-Indonesia belakangan ini adalah hadiah Washington atas ‘membaiknya’ perilaku tentara Indonesia”.

Komplikasi muncul sebab lembaga yang notabene telah membaptis dirinya sebagai pilar kesadaran hukum dunia, justru ingin persoalan selesai dengan meminjam ‘tangan besi’ Hillary. Dia “tak perlu sungkan” mendesak “reformasi murni” di tubuh militer Indonesia, kata lembaga, seolah lupa pada jingoisme dan pembunuhan massal masyarakat sipil dunia oleh militer Amerika saat yang terakhir menginvasi – mereka menyebutnya ‘pembebasan’ – Irak dan Afghanistan dalam satu dekade terakhir.

Pers Jakarta nampaknya perlu sedikit kemotherapi sebab memegafonkan pesan lembaga asing tanpa sebaris kritisisme. Sebuah keteledoran dan kemalasan berfikir yang fatal, yang menjadikan Amerika – lepas dari kebejatannya dalam satu abad terakhir – terlihat selalu lebih mulia, berakhlak lebih tinggi, dan sebab itu punya hak untuk cawe-cawe dan bahkan memaksakan ‘reformasi’ di tubuh institusi suci negara ini: TNI.

Di sisi lain, bagi militer Indonesia dan pejabat senior negara ini, ada satu pertanyaan yang lebih besar: kenapa sebuah lembaga asing sekelas Human Right Watch sampai tersilap lidah bilang kalau kemesraan militer Indonesia-Amerika belakangan ini tak lebih dari hadiah atas perbaikan laku militer Indonesia, seolah TNI yang dibanggakan orang senegara tak lebih dari seorang residivis yang dapat hadiah menyabit rumput di luar tembok penjara karena sering senyum pada sipir penjara? Inikah yang sebenarnya di balik puji-puji berpuluh-puluh jenderal militer Amerika yang belakangan saban sebentar datang memarkir kapal perang di perairan Indonesia? Inikah yang sebenarnya di balik ‘kemurahan hati’ militer Amerika yang hampir setiap bulan datang untuk membersihkan karang-karang gigi anak-anak miskin Indonesia?

Lalu, jika semua ini benar adanya, kemana perginya Kemitraan Strategis yang digadang-gadang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan hingga kini terus dicekokkan ke kalangan perwira militer muda kita?

Kita telah memberikan hampir segalanya untuk Amerika, tapi setengah abad lebih lepas merdeka, tak ada yang kita dapat kecuali kehinaan.
 
 
 
 
 
Sumber : islamtimes.org

0 komentar:

Post a Comment