Clock By Blog Tips

Tuesday, July 19, 2011

NATO Serang Radar di Bandara Tripoli


Brussels - Sejumlah pesawat tempur NATO pada hari Senin (18/7/2011) menyerang sistem radar antena di bandara utama Tripoli yang digunakan oleh rezim Moammar Khadafy untuk melacak pesawat sekutu. Demikian disampikan aliansi militer itu.

"Antena itu, yang sebelumnya digunakan untuk pengawasan lalu lintas udara sipil, kini digunakan oleh pasukan pro-Khadafy untuk melacak aset udara NATO di wilayah udara Tripoli dan mengoordinasikan sistem peringatan dini pertahanan udara mereka," kata NATO.

"Informasi ini diberikan kepada pasukan pro-Khadafy dengan tujuan mengoordinasikan operasi taktis mereka melawan aset udara NATO dan warga sipil Libya," kata aliansi 28 negara itu dalam sebuah pernyataan. NATO juga mengatakan, antena itu hanya digunakan untuk tujuan militer.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret. Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya.

Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rezim Khadafy.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Khadafy, yang membuat Barat marah.

Selama beberapa waktu, hampir seluruh wilayah negara Afrika Utara itu terlepas dari kendali Khadafy setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Khadafy kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Moammar Khadafy (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Ia bersikeras akan tetap berkuasa meski ditentang banyak pihak.

Jumat (15/7/2011), Khadafy mengatakan, pengakuan negara-negara Barat dan kawasan terhadap kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) tidak berarti. "Mengakui sejuta kali apa yang disebut Dewan Transisi Nasional, itu tidak berarti apa pun bagi rakyat Libya yang akan menginjak-injak keputusan kalian," katanya dalam pesan kepada ribuan pendukungnya di Zliten, 150 kilometer sebelah timur Tripoli.

Ia menyampaikan hal itu setelah pertemuan negara-negara Barat dan kawasan di Istanbul mendukung pemberontak dengan menganggap mereka sebagai penguasa sah Libya, sebuah langkah yang memberi mereka akses untuk memperoleh dana vital.

Sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya adalah Turki, Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Perancis, Jerman, Gambia, Italia, Jordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol, dan AS.
Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan yang berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Moammar Khadafy.

Negara-negara besar yang dipelopori AS, Perancis, dan Inggris membantu mengucilkan Khadafy dan memutuskan aliran dana dan pasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan.






Sumber : Kompas

0 komentar:

Post a Comment