Clock By Blog Tips

Monday, October 11, 2010

Mendobrak Kendala Alutsista


Akhir-akhir ini, pembicaraan terkait alat utama sistem senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya Angkatan Udara (AU) menjadi semakin marak di tanah air. Sebagian masyarakat yang paham persoalan ini pun gusar, ada apa gerangan di balik sistem kendali alutsista negara kita? Puncaknya saat pesawat Hercules C-130 milik TNI AU jatuh di Magetan, Jawa Timur beberapa waktu lalu (20/5/09) yang menyebabkan 101 orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.
Dalam kurun waktu lima bulan terakhir setidaknya 5 pesawat milik TNI mengalami nahas. Hal ini mengindikasikan bahwa kecelakaan tersebut bukan semata-mata karena kelalaian manusia (human error) melainkan ada faktor lain yang harus pula dianalisa, seperti usia pesawat yang tergolong tua, kurangnya suku cadang, ataupun kendala-kendala dalam pemeliharaan.
Persoalan alutsista bahkan menjadi pembahasan serius dalam pemerintahan, karena memang dalam APBN (Anggaran Pendapatan & Belanja Negara) sendiri ada penurunan alokasi anggaran sejak tahun 2007 sehingga TNI harus berjuang mati-matian dalam mengadakan maupun memelihara alutsista. Di sisi lain, isu alutsista menjadi modal kampanye yang empuk bagi segenap kandidat Calon Presiden (Capres). Mereka pun berjanji sekiranya terpilih menjadi Presiden bakal menaikkan anggaran pertahanan secara signifikan.
Tak Sekedar Martabat Negara
Informasi mengenai besaran jumlah maupun kualias alutsista terus diburu publik. Mereka terus mencari data tentang jumlah pesawat tempur, jumlah kapal perang, peralatan logistik, jenis senjata, hingga jumlah personil yang cakap. Lalu membandingkan dengan kekuatan alutsista negara tetangga yang ternyata cukup mencengangkan. Negara lain yang lebih kecil teritorialnya, alutsistanya lebih lengkap dan lebih canggih.
Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa tindakan dan peran serta semua pihak tentunya akan memperburuk citra negara. Cukuplah penduduk negeri ini dipandang sebelah mata oleh negara lain, dengan upah rendah TKI (tenaga kerja Indonesia)-nya, selalu dirampas sumber alamnya, tapi kita buktikan bahwa kita mampu merubah segalanya. Jangan sampai TNI dipandang sebelah mata oleh negara manapun. TNI adalah ujung tombak pertahanan negara, dan pertahanan negara adalah penentu kedaulatan dan kelangsungan negara.
Meningkatkan Serapan Anggaran
Boleh jadi, permasalahan alutsista bukan hanya karena terbatasnya anggaran melainkan serapannya yang juga rendah. Anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN ketika dicairkan tidak tepat sasaran, atau mengalami kebocoran. Adanya sistem fee yang telah membudaya sangat mempengaruhi kualitas proyek. Sehingga tidak heran jika ada yang menginginkan audit ditubuh TNI. Ini tentunya didasari atas niat yang baik, bukan sama sekali untuk menggembosi TNI itu sendiri, melainkan sebaliknya, dengan sistem pengadaan & perawatan alutsista yang transparan & terukur, kita ingin agar TNI dapat menyerap anggarannya sebesar-besarnya untuk peningkatan kekuatan pertahanan. Audit dimaksudkan untuk melihat sejauh mana serapan anggaran itu berlangsung dan jika ada indikasi penyimpangan maka dapat segera dicari solusinya.
Selain itu, untuk meningkatkan serapan anggaran, masing-masing pihak secara jujur dan ikhlas harus menjunjung profesionalisme dengan mengedepankan aspek moralitas bahwa semata-mata kita berjuang untuk mempertahankan harkat dan martabat negara.
Berikutnya perlu dikaji ulang secara mendalam pula tentang bagaimana menata kembali sistem perekrutan, meningkatkan standar pendidikan prajurit dengan mengutamakan profesionalisme bukan pengharapan materi semata, dan mengisi kembali pos-pos yang selama ini terabaikan seperti memperkuat kembali wilayah perbatasan dan pemeliharaan aset negara serta kemampuan tempur personil TNI.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan serapan anggaran yang terukur kinerjanya. Dengan demikian publik pun akan paham dan merelakan sebagian anggarannya dialihkan untuk sektor pertahanan.
Tatanan Internasional yang Tak Mendukung
Tercatat dalam tahun 2009 ini sudah lebih dari sepuluh kali kapal perang Malaysia melanggar perairan Indonesia di Ambalat, terakhir pada 30 Mei 2009. Namun bagi TNI, permasalahan ini sangat dilematis karena toh untuk melakukan tindakan tegas dengan menggunakan kekuatan senjata terganjal oleh hukum internasional. Langkah dialogis dan diplomatis merupakan strategi yang tepat mengatasinya, selain mengoptimalkan keseragaman informasi antara kedua negara sehingga tidak muncul multitafsir dalam menentukan wilayah perbatasan.
Tapi dalam hal bela negara, jika mereka tetap melakukan pelanggaran jelas perlu langkah yang lebih tegas. Peran semua pihak sangat dibutuhkan untuk memberikan pressure. Kita tidak ingin kedaulatan dilanggar, kita masih punya harga diri.  

(http://www.tandef.net/)

0 komentar:

Post a Comment