Asia dan Asia Tenggara kini makin dicekoki kepentingan geopolitik
internasional yang diemban sejumlah negara kuat di dunia. Seiring
dengan itu semakin berkembang pula kehadiran militer asing di Asia dan
juga di sekitar Asia Tenggara. Hal ini juga merupakan hal yang harus
diwaspadai.
"Dengan kehadiran militer asing di kawasan, bukan
tidak mungkin akan terjadi faktor yang akan mengganggu keutuhan
bangsa," kata Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) Addin Jauharudin di Kedutaan Besar RI, di Moskwa,
Rusia, Minggu (17/6/2012).
Wartawam Kompas Simon Saragih
melaporkan, pertemuan di Kedutaan Besar RI di Moskwa itu juga dihadiri
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PB HMI)
Noer Fajrieansyah, Wakil Sekjen Bidang Hubungan Internasional PB HMI
Muhammad Chairul Basyar, Sekjen Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Dhika
Yudistira, dan Ketua Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) Putut
Prabantoro. Putut juga merupakan ketua rombongan dalam rangka studi
perbandingan pluralisme dan kesatuan bangsa di Rusia.
Untuk
menghindari hal itu, kata Addin, pegangan yang harus dimiliki Indonesia
adalah menjaga keutuhan bangsa dengan memperkuat kesatuan dan
persatuan dari dalam. "Inilah salah satu yang bisa kita lakukan dalam
menghadapi potensi disintegrasi ke depan terkait kehadiran militer
asing," kata Addin.
Ia mengatakan demikian karena kehadiran
militer asing juga berpotensi mendikte negara-negara di kawasan dan,
lebih jauh, bisa mengganggu dan mengancam keutuhan bangsa. "Ini adalah
salah satu hal yang harus kita perhatikan di masa depan," katanya.
Sehubungan
dengan itu, Profesor Sudaryanto, kelahiran RI yang menjadi warga Rusia
dan kini pengajar di Institut Koperasi Rusia, mengingatkan bahwa
Indonesia memang harus menjaga kesatuan. "Kita harus menghindari pola devide et impera seperti terjadi di era kolonial," katanya dalam pertemuan yang juga dihadiri sejumlah warga Rusia pemerhati Indonesia.
Sumber : Kompas
Baca Juga
0 komentar:
Post a Comment