Clock By Blog Tips

Thursday, March 22, 2012

RUU Industri Pertahanan Menjamin Kelangsungan Industri


Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq berpendapat keberadaan Rancangan Undang-Undang tentang Industri Pertahanan yang tengah dibahas akan lebih menjamin kelangsungan dan pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri.

"Kami mendorong agar ada kebijakan afirmatif untuk lebih memberdayakan industri pertahanan dalam negeri, baik milik negara maupun swasta karena kondisi industri pertahanan kita saat ini sangat memprihatinkan," kata Mahfudz di sela-sela acara "Jakarta International Defense Dialogue" (JIDD) 2012 di Jakarta Convention Center, Rabu.

Menurut dia, RUU ini akan menjelaskan siapa yang menjadi "bapak" dari industri pertahanan dalam negeri, pasalnya selama ini ada banyak pihak yang bersentuhan dengan industri pertahanan, namun memiliki kepentingan yang berbeda.

"Kita berharap KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) dan Kemhan bisa menjadi pemangku kepentingan (stakeholder)," ucapnya.

Kendati demikian, lanjut Mahfudz, RUU ini tidak akan bisa mengikat secara detail mengenai sinergisitas industri pertahanan dari hulu hingga hilir karena sudah ada undang-undang yang mengaturnya.

Sebelumnya, sejumlah pelaku industri pertahanan menyampaikan bahwa persoalan sinergi antara industri dari hulu ke hilir ini menjadi salah satu kendala dalam menghasilkan persenjataan karena seringkali industri kesulitan mendapat bahan baku untuk senjata yang akan dibuat, sehingga terpaksa harus impor.

Mahfudz menjelaskan, RUU ini juga menegaskan kepada "end user" atau pengguna produk pertahanan (TNI, Polri, BNPT, BNPB dll) untuk mengutamakan pembelian produk dari dalam negeri, kecuali untuk produk yang belum mampu dihasilkan di Tanah Air, maka bisa impor dengan syarat harus menyertakan perjanjian alih teknologi ataupun "trade off", sehingga ada simbiosis mutualisme.

RUU juga mengatur sanksi bagi "end user" yang tidak mau membeli produk pertahanan dalam negeri, yang merupakan konsekuensi dari kebijakan politik dan komitmen politik.

"Kemhan mengalokasikan 15 persen untuk industri pertahanan dalam negeri," ujar Mahfudz.

Ia menegaskan, pemerintah tidak boleh memanjakan industri pertahanan milik negara. Misalnya, ketika ada industri pertahanan yang tak mampu memenuhi permintaan sesuai perjanjian, maka harus tetap diberikan penalti.

"Ini perlu dilakukan sebagai konsekuensi logis, sehingga industri pertahanan milik negara tetap bisa kompetitif dengan swasta," demikian Mahfudz.


Sumber : Investor

0 komentar:

Post a Comment