Clock By Blog Tips

Thursday, March 15, 2012

Pemerintah Diminta Transparan Dalam Pengadaan 6 Sukhoi SU-30MK2

Sukhoi Su-30MK2 Flanker milik TNI-AU [ist]

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kementerian Pertahanan mengklarifikasi secara detil soal pengadaan enam pesawat tempur Sukhoi SU-30MK2 dari Rusia, termasuk adanya dugaan keterlibatan broker atau agen. 

"Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan belum menjelaskan terkait selisih harga pembelian enam Sukhoi SU-30MK2, sebesar US$56,7 juta atau setara dengan Rp538,6 miliar," kata Wakil Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (14/3).

ICW merupakan salah satu LSM yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Sipil yang mempersoalkan pengadaan pesawat Sukhoi ini. Diantaranya, lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Imparsial, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) dan Human Rights Working Group (HRWG).

Diakui Adnan, Kemhan telah menyanggah bahwa dalam pembelian 6 unit Sukhoi itu tidak ada unsur penggelembungan harga karena didasari oleh sebuah argumen bahwa masing-masing unit pesawat dibeli dengan US$54,8 juta atau secara keseluruhan harganya mencapai US$328,8 juta.

Sementara, total anggaran yang dialokasikan untuk pembelian senilai US$470 juta. Sedangkan sisa anggaran sebesar US$141,2 juta, menurut Kemhan digunakan untuk membeli 12 mesin dan pelatihan 10 pilot.

Namun, lanjut Adnan membandingkan bila dihitung secara kasar harga umum dari 12 mesin dengan masing-masing mesin seharga US$6 juta, maka total untuk kebutuhan itu adalah US$72 juta.

Sementara untuk pelatihan 10 pilot dengan asumsi total anggaran mencapai US$12,5 juta maka masih ada selisih harga sebesar US$56,7 juta tau setara Rp538,6 miliar.

"Dana ini belum dapat dijelaskan oleh Kemhan untuk kepentingan apa?," kata Adnan mempertanyakan alokasi dana tersebut.

Selain itu, pemerintah pun belum dapat menjelaskan bahwa pesawat yang dibeli seharga US$54,8 juta sudah memiliki berbagai macam perangkat, termasuk avionic atau instrumen digital pesawat.

Adnan mengatakan mengingat proses pembelian 6 unit Sukhoi masih sangat simpang siur informasinya, maka dibutuhkan peran yang lebih kuat dari DPR RI khususnya Komisi I untuk melakukan kontrol yang lebih ketat atas pengadaan alutsista TNI, termasuk Sukhoi.

"Selama ini tidak ada kesan yang kuat bahwa Komisi I DPR sudah sangat maksimal dalam menggunakan wewenang mereka melakukan pengawasan, termasuk memastikan bahwa anggaran yang diajukan untuk pengadaan Sukhoi sesuai dengan nilai yang wajar," ujar Adnan.

Oleh karena itu, Kelompok Masyarakat Sipil meminta Komisi I DPR melakukan pengawasan terhadap pengadaan alutsista mengingat ada sekitar Rp150 triliun anggaran yang dipertaruhkan.

"Kemhan juga harus klarifikasi secara detil atas indikasi terjadinya ketidakwajaran dalam pengadaan Sukhoi, termasuk keterlibatan agen," kata Adnan.

Koordinator KontraS, Haris Azhar menambahkan, keterlibatan broker atau agen dalam pembelian enam pesawat tersebut tidak bisa dibantah lagi oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Kedubes Rusia karena JSC Rosoboronexport yang merupakan bagian dari pemerintah Rusia dan Kepala Staf Angkatan Udara telah mengakui adanya keterlibatan agen.

Ia menilai pembelian enam pesawat Sukhoi dari Rusia senilai US$470 juta itu sangat mahal, sehingga perlu ada transparansi kepada publik terhadap pembelian pesawat itu.

Sumber : SkalaNews

Baca lainnya

0 komentar:

Post a Comment