Clock By Blog Tips

Monday, December 12, 2011

Kasus Turki, Bukti Hibah Jet Tempur F-16 AS Kepada Indonesia Tetap Rawan


Ada satu fakta menarik yang kiranya jadi pertimbangan para pengambil keputusan di Kementerian Pertahanan dan Komisi I DPR bidang luar negeri dan pertahanan. Apa itu? Baru baru ini muncul berita bahwa Amerika Serikat telah menandatangani kontrak senilai 2,9 Dolar Amerika yang memberikan pemerintah Turki akses ke kode sumber bagi pesawat. Sehingga Pemerintah Turki tidak saja mampu merenovasi sekitar 210 jet tempurnya, melainkan juga akan diberi izin/lisensi memiliki suku cadang pesawat F-16 yang merupakan produk Amerika tersebut.


Namun nilai kontrak senilai 2,9 miliar dolar Amerika Serikat tersebut tetap bukan jaminan bagi Indonesia. Pertama, Kontrak tersebut jika diterapkan di Indonesia, berarti meskipun 24 Jet F-16 tersebut dihibahkan, tapi untuk izin kepemilikan suku  cadang dan pengembangan teknologi F-16 ke depan, tetap saja kita harus mengeluarkan dana yang cukup besar. Jika nilai kontrak kerjasama Turki-Amerika Serikat tersebut jadi acuan, rasa-rasanya anggaran sebesar 2,9  miliar dolar Amerika tersebut bukanlah nilai yang kecil bagi Indonesia yang sedang dalam krisis ekonomi seperti sekarang ini.

Lebih daripada itu, selama Indonesia belum ada ikatan kontrak seperti yang telah dilakukan antara Turki dan Amerika Serikat baru-baru ini, tetap saja F-16 yang dihibahkan kepada TNI Angkatan Udara Indonesia, akan rawan jika sewaktu-waktu terjadi perang terbuka atau insiden militer antara Indonesia dan Amerika Serikat. Atau antara Indonesia dan Australia.

Karena menurut sistem yang melekat di dalam pesawat F-16 yang notabene produk Amerika tersebut, ternyata dilengkapi dengan sebuah sistem yang mengidentifikasi semua pesawat-pesawat tempur yang berasal dari Amerika, Eropa Barat dan Australia sebagai “kawan.”

Akibatnya, ketika F-16 TNI Angkatan Udara kita sewaktu-waktu harus berhadapan dengan Amerika seperti dalam kasus Bawean beberapa tahun yang lalu, praktis sistem di pesawat F-16 tersebut akan mengunci dan mencegah setiap perintah tembak  dari Angkatan Udara kita terhadap pesawat Amerika tersebut. Bahkan ketika pilot kita tersebut diperintahkan untuk menembak, pasti sistem dari dalam pesawat F-16 tersebut akan mencegahnya. Indonesia Sebaiknya Pertimbangkan Kembali Hibah F-16 Amerika

Mencermati fakta-fakta tersebut, kiranya optimisme pihak kementerian pertahanan RI terlalu berlebihan.

Belum lama ini, juru Bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin kepada Radio Suara Amerika VOA di Jakarta, mengatakan dua lusin pesawat F16 pemberian Amerika Serikat yang telah diperbaharui akan tiba di Indonesia mulai 2014.

Hartind mengatakan pesawat F16 model block 25 ini akan diperbaharui (diremajakan) menjadi block 52, dengan teknologi terbaru dan akan tiba di Indonesia dalam posisi siap pakai. Dengan tibanya 24 pesawat F16 kata Hartind, Indonesia akan memiliki tiga skuadron yang akan cukup kuat untuk menjaga teritorial udara.

Namun seperti kita ketahui berdasarkan penelusuran yang dilakukan Tim  Riset Global Future Institute, sejak tahun 2000-2009 ada sekitar 30 pesawat Angkatan Udara TNI jatuh dan menelan korban jiwa baik dari pihak tentara maupun sipil dalam jumlah besar. Fakta lainnya, dari 114 pesawat TNI yang kita miliki terdapat 50 pesawat dalam kondisi rusak.

Nah, apakah Kementerian Pertahanan RI bisa menjamin bahwa 24 pesawat tempur F-16 yang dihibahkan  Amerika Serikat tersebut bisa bertahan lama dan laik terbang?

Ketika tidak laik terbang, apa bisa kita memaksa Amerika untuk memberi suku cadang, apalagi ketika kita sedang diembargo seperti pada waktu Pemerintahan Bill Clinton memberi sanksi terhadap TNI kita yang dianggap bertanggungjawab terhadap pembantaian warga sipil di Santa Cruz, Timor Timor pada 1992? 

Agus Setiawan, pemerhati persenjataan strategis Universitas Nasional, sangatlah tepat ketika mengingatkan kementerian pertahanan ihwal hibah FI-16 tersebut.

Nah sekarang karena kita tidak bisa mengembangkan teknologinya sendiri dan tidak punya lisensi untuk memiliki suku cadang sendiri, akibatnya Kita beberapa pesawat tempur kita tidak bisa terbang.  Hercules tidak bisa terbang, F-16 tidak bisa terbang. Begitu juga pesawat Hawk buatan Inggris  dan Sky Hawk buatan Amerika, tidak bisa terbang. Kenapa? Karena begitu kita kena embargo dari Amerika dan beberapa negara Eropa Barat sekutu Amerika, pesawat kita tidak bisa terbang karena kita tidak punya suku cadang sendiri,” begitu cetus Setiawan yang sejak masa kemahasiswaan sudah sangat tertarik menguasai aneka jenis pesawat tempur dari berbagai negara.

Karena itu, sebagaimana juga pandangan Agus Setiawan, Global Future Institute sependapat bahwa kita perlu belajar dari Iran atau Korea Selatan.

Mengapa?

Karena Iran sudah berhasil membuktikan bahwa meskipun seluruh pesawat yang dibeli oleh Iran dari AS, ketika dilakukan embargo tetapi tetap bisa terbang. Karena secara bisnis dilakukan atas dasar win-win solution. Bukan sekedar politik.

Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)


0 komentar:

Post a Comment