Clock By Blog Tips

Wednesday, November 23, 2011

Pakar Hukum UI: Waspadai Militer di AS Aussie


Menurutnya, melihat kondisi saat ini penempatan pasukan AS tersebut belum perlu disebabkan tidak adanya konflik bersenjata yang terjadi antar negara, ataupun gerakan separatisme yang mengancam suatu pemerintahan yang sah.

Penempatan sekitar 2500 personel marinir Amerika Serikat (AS) di Darwin, Australia patut dipertanyakan.

Keberadaan ribuan pasukan Paman Sam tersebut dinilai belum perlu lantaran sedang tidak dalam keadaan darurat (emergency).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya telah menanyakan kepada Presiden AS Barack Obama terkait langkah pemerintah AS menempatkan 2500 marinir di pangkalan militer di Darwin Australia.

Jawaban yang didapat ialah penempatan pasukan itu dalam rangka tanggap darurat (emergency readiness) bila sewaktu-waktu di kawasan terjadi sesuatu. Obama menegaskan bahwa AS perlu menunjukkan eksistensinya di kawasan tersebut.

"Namun demikian kehadiran militer AS masih menyisakan banyak pertanyaan bagi Indonesia. Pertama adalah apa yang dimaksud dengan keadaan darurat? Apakah suatu keadaan yang dikarenakan bencana atau darurat karena ada konflik bersenjata di kawasan?" kata pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana dalam siaran pers kepada okezone, Minggu (20/11/2011) malam.

Menurutnya, melihat kondisi saat ini penempatan pasukan AS tersebut belum perlu disebabkan tidak adanya konflik bersenjata yang terjadi antar negara, ataupun gerakan separatisme yang mengancam suatu pemerintahan yang sah.

"Lalu, mengapa pasukan marinir yang memiliki kemampuan untuk memukul yang ditempatkan? Apakah ini mengindikasikan darurat yang dimaksud adalah darurat konflik bersenjata?" katanya.

Meski penempatan pasukan tersebut masih belum terealisasi, namun kebijakan itu tetap harus diwaspadai.

Pasalnya, lanjut dia, jika saja rencana tersebut terealisasikan dalam waktu beberapa tahun dan Obama atau Partai Demokrat tidak lagi memimpin, tak ada jaminan jika janji tersebut tetap dipegang oleh pemerintahan AS berikutnya.

"Untuk diketahui AS ketika kendali pemerintahan dipegang oleh kandidat dari Partai Republik mempunyai kebijakan yang sangat agresif dalam hal yang terkait dengan konflik bersenjata. Demikian pula Partai Konservatif di Australia yang lebih senang mengidentikkan Australia dengan Barat daripada Asia," terang Hikmahanto.

"Ini semua mengindikasikan apa yang dijanjikan hari ini bukan berarti akan tetap dipegang di masa mendatang," sambungnya lagi.

Guru Besar Fakultas Hukum UI ini juga menambahkan, RI patut khawatir dan waspada atas langkah kebijakan yang diambil oleh AS dan difasilitasi oleh Indonesia.

Selain khawatir terhadap kawasan Asia Tenggara sebagai ladang konflik bersenjata antar negara-negara besar, RI juga perlu khawatir ketika pemerintah harus melakukan penumpasan terhadap kelompok separatis bersenjata.

"Pemerintah Indonesia sewajarnya tetap memiliki opsi untuk menggunakan kekerasan dalam batas-batas tertentu dan sebagai cara terakhir untuk menumpas pemberontak bersenjata. Kita tidak ingin negara lain menafikan atau mendikte opsi pemerintah menggunakan alat perangnya dalam penyelesaian separatis," pungkasnya.



Sumber : Islamtimes


0 komentar:

Post a Comment