Clock By Blog Tips

Friday, November 26, 2010

Korsel Pasang Robot Bersenjata di Perbatasan

Korsel kerahkan robot pembunuh di perbatasan Korut
Palmerah - Saling serang dengan meriam antara Korea Utara dan Korea Selatan hari Selasa (23/11) hanyalah seriak dinamika dalam permusuhan kedua negara. Relasi bangsa sedarah yang terpisah dua itu sangat panas, meski tidak pernah sampai menimbulkan perang besar sejak gencatan senjata tahun 1953.

Titik terpanas tentulah ada di perbatasan, baik di laut maupun di darat. Di kedua sisi perbatasan terpasang moncong senjata ringan sampai meriam besar yang siap menyalak.
Kini pihak Korsel memasang robot bersenjata di perbatasan. Robot tersebut dilengkapi penjejak sinar inframerah, sensor panas, sensor gerak, dan pendeteksi suara yang sangat peka untuk menangkap gerak penyusup dari Utara. Mesin ini disetel pula untuk secara otomatis memuntahkan peluru 5,5 mm dari senapan mesin dan melontarkan granat 50 mm.

SGR-A1, begitu namanya, dibuat oleh divisi usaha Samsung Techwin. Setelah menjalani uji internal, senjata maut itu sudah dipasang di pos penjagaan untuk menjalani uji lapangan lebih lanjut. Ada beberapa SGR-A1 yang sudah dipasang beberapa waktu lalu. Jika hasil uji coba lapangan ini memuaskan, akan dipasang lebih banyak lagi.

Secara teknis, robot tersebut dikendalikan dari ruang kontrol di markas militer di Seoul, yang terletak sekitar 120 km dari perbatasan. Namun, si robot ini punya setelan otomatis untuk beraksi sendiri tanpa dikomando dari ruang kontrol.

Perbatasan yang akan dipasang robot

Setelan otomatis diatur dengan program komputer dengan parameter yang sudah ditetapkan. Misalnya, jika tangkapan videonya tak bisa diterima jelas di ruang kontrol, sementara sensor geraknya menangkap sosok manusia, maka secara otomatis senapan mesinnya akan menyalak. Sudah pasti bahwa sosok yang ditembaknya berasal dari Utara, alias penyusup.

Seberapa mampu si robot mengenali sasaran? Sensor panas dan sensor geraknya mampu membedakan sosok manusia dengan binatang, dan kameranya mampu menangkap gambar obyek dalam tingkat keterangan cahaya bintang, yang secara real time tampil di ruang kendali di Seoul. Secara otomatis pula gambar tangkapan itu disimpan. SGR-A1 mampu menyimpan file rekaman video berdurasi 60 hari nonstop.

Myung Ho Yoo, kepala bagian riset di divisi optik Samsung, mengatakan bahwa robot macam ini sungguh sangat diperlukan oleh negerinya. Alasannya jelas. Untuk menjaga serangan dari Utara melalui perbatasan darat.

Maklum, Korea Selatan dan Korea Utara masih dalam status perang sejak gencatan senjata tahun 1953. Jadi, sampai sekarang di dua sisi perbatasan terhimpun persenjataan yang dalam status siap tembak, plus ratusan ribu tentara bersiaga.

Kesiagaan itu berada di sisi luar dari garis demarkasi yang bernama Zona Bebas Militer (Demilitarized Zone, DMZ), yang selebar dua kilometer di masing-masing wilayah dari titik garis perbatasan sepanjang 250 km. Di lahan DMZ ini tak boleh ada senjata berat. Yang dibolehkan hanya senjata tenteng yang dibawa petugas patroli.

Di sepanjang sisi DMZ, Korsel memasang satu pos penjagaan per 50 meter! Setiap pos harus dijaga oleh dua orang selama 24 jam, yang dirotasi per 8 jam. Boleh dikata, setiap hari Korsel harus mengerahkan 250.000:50 x 6 = 30.000 orang tentara yang bersiaga penuh! Tentu pula, biayanya juga sangatlah besar.

Maka robot bersenjata tersebut menjadi pilihan paling rasional untuk mengatasi problem personel dan biaya di perbatasan. Dengan kemampuan robot yang macam itu, jumlah personel yang perlu berjaga di pos bisa dikurangi. Keuntungan lain, robot tak pernah tidur sehingga bisa bersiaga penuh, tak seperti tentara yang bisa terkantuk-kantuk atau lalai.

Dari sisi biaya pun penggunaan robot bisa lebih irit. Harga mesin perang cerdas itu sekitar Rp1,8 miliar, yang tentu jauh lebih murah ketimbang biaya gaji dan operasional prajurit per pos dalam kurun waktu tertentu.

Betapa pentingnya keamanan sisi perbatasan darat sudah dirasakan oleh Korsel. Dalam kurun waktu 1953 sampai 1999 saja sudah lebih dari 500 serdadu Korsel dan 50 serdadu Amerika Serikat tewas akibat ulah penyusup dari Korut.

Setiap tahun selalu saja terjadi insiden kontak senjata. Kasus terakhir di perbatasan darat itu terjadi pada 29 Oktober lalu, yang tidak menimbulkan korban di pihak Korsel

warta kota

0 komentar:

Post a Comment