Clock By Blog Tips

Thursday, June 23, 2011

Kemarahan China Tak Hentikan Bisnis Senjata AS - Taiwan


Beijing - Pemerintahan Obama akan tetap pada pendiriannya dan melanjutkan penjualan senjata kepada Taiwan, meski baru-baru ini menerima gelombang protes kemarahan dari para pejabat pemerintahan China, demikian kata seorang pejabat AS pada hari Selasa waktu setempat. 

Raymond Burghardt, nama pejabat tersebut, adalah ketua Institut Amerika di Taipei, kedutaan de facto AS di Taiwan.

Berbicara dari kediamannya di Hawaii, Burghardt mengatakan bahwa penjualan senjata ke Taiwan merupakan hal yang sejalan dengan kebijakan Presiden Obama, seperti yang selama ini dikatakan oleh para staf Gedung Putih. "Tidak ada orang yang harus dikejutkan ketika kami melakukannya," kata Burghardt.

Burghardt menolak mengungkapkan apakah Presiden Obama akan memberitahu Kongres mengenai penjualan senjata tersebut. Hubungan antara AS dengan Taiwan, negara yang dianggap oleh China sebagai provinsi pembelot, menjadi salah satu isu diplomatis yang paling rentan dalam hubungan Beijing dan Washington. AS selama ini tidak menentukan posisi mengenai status kedaulatan Taiwan, AS hanya mengakui bahwa Beijing mengklaim bahwa hanya ada satu China.

Dalam sepekan terakhir, para pejabat pemerintahan China dan organisasi pemberitaan merasa marah terhadap laporan yang menyebutkan bahwa pemerintahan Obama mungkin saja memberitahu Kongres AS mengenai penjualan senjata ke Taiwan.

Pemberitahuan merupakan langkah terakhir dalam proses penjualan senjata. Para perwakilan AS yang berada di China mengatakan bahwa negeri tirai bambu tersebut bisa saja memutuskan hubungan militer dengan AS jika pemerintah AS memutuskan untuk menyampaikan pemberitahuan kepada Kongres.

Ketika Pentagon, dalam masa pemerintahan Bush, pada bulan Oktober 2008 silam mengumumkan bahwa pihaknya akan menjual persenjataan senilai $6,5 miliar kepada Taiwan, China langsung membekukan hubungan militer negaranya dengan AS. Hubungan tersebut tetap dibekukan dan baru mencair ketika Menteri Luar Negeri AS, Hillary Rodham Clinton, mengunjungi Beijing pada bulan Februari silam.

Kemungkinan penjualan jet tempur canggih F-16 kepada Taiwan menjadi sebuah tanda tanya yang paling besar. Para pejabat pemerintahan Presiden Ma Ying-jeou menyampaikan keinginan untuk membeli pesawat tempur tersebut. Taiwan memiliki model pesawat yang lebih tua yang dibeli pada tahun 1992 lalu. Pada tahun 2008, AS membatalkan kesepakatan penjualan 66 pesawat F-16 kepada Taiwan setelah China menentang keras penjualan tersebut. Burghardt mengatakan bahwa penjualan F-16 tengah dipelajari.

Pada tanggal 9 Mie lalu, Robert Kovac, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Gedung Putih tengah bersiap menyampaikan pemberitahuan kepada Kongres mengenai paket penjualan senjata, termasuk diantaranya desain kapal selam diesel dan helikopter Black Hawk UH-60.

Di situs internetnya, majalah Foreign Policy, memberitakan bahwa proses penjualan senjata kemungkinan akan terjadi dalam waktu dekat.

Pada hari Rabu  (22/06), para pejabat pemerintahan China mengecam kemungkinan adanya penjualan senjata. "China menentang keras penjualan senjata AS ke Taiwan," kata Jiang Yu, juru bicara wanita Kementerian Luar Negeri China.

Edisi bahasa Inggris dari surat kabar Global Times memajang tajuk utama yang membuat gerah para pejabat AS di Beijing pasca Presiden Obama menerima anugerah Nobel Perdamaian. Tajuk Utama Global Times berbunyi: "Pemenang Nobel Perdamaian Akan Menjadi Pedagang Senjata."

Bulan lalu, sebelum Obama melakukan kunjungan ke China, pejabat senior Gedung Putih mulai menjabarkan rencana pemerintah AS terhadap Taiwan. Jeffrey Bader, direktur senior urusan Asia Timur dalam Dewan Keamanan Nasional, dalam sebuah pidato di Brookings Institution pada awal bulan November lalu mengatakan bahwa penjualan senjata ke Taiwan akan dilanjutkan.

Penjualan senjata AS ke Taiwan diatur dalam undang-undang hubungan dengan Taiwan pada tahun 1979. Undang-undang tersebut diloloskan setelah AS menjalin hubungan diplomatis dengan Republik Rakyat China. Dalam undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa pemerintah AS bersedia menjual persenjataan kepada Taiwan untuk dipergunakan dalam upaya membela diri.

Burghardt mengatakan bahwa dalam paket penjualan tersebut, akan disertakan peluru kendali Patriot, yang sebenarnya turut disertakan dalam paket penjualan tahun 2008.

Sebagian besar persenjataan dalam paket tersebut telah disetujui penjualannya pada bulan April 2001. Namun, karena alasan politik dalam negeri, pemerintah Taiwan membutuhkan waktu lama untuk menghimpun dana, kata Burghardt. 







Suara Media

0 komentar:

Post a Comment