Clock By Blog Tips

Tuesday, March 8, 2011

AS dan NATO Bahas Opsi Militer atas Libya


Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya mulai membahas rencana militer untuk menanggapi konflik di Libya. Dalam rencana itu, AS ingin segera membantu pengiriman senjata bagi kubu anti rezim Muammar Khadafi, sedangkan sejumlah pemimpin Eropa mewacanakan zona larangan terbang di Libya.

Menurut kantor berita Associated Press, AS mulai memformulasikan opsi militer atas Libya bersama dengan sekutu-sekutunya yang tergabung dalam Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Presiden AS, Barack Obama, mengatakan bahwa NATO telah berkonsultasi mengenai sejumlah opsi yang potensial atas Libya. "Ini termasuk opsi militer, dalam menanggapi kekerasan yang terus berlanjut di Libya," kata Obama, Senin, 7 Maret 2011.

Tindakan AS saat ini adalah mengucurkan bantuan kemanusiaan senilai US$15 juta untuk membantu dan mengungsikan warga yang ingin menyelamatkan diri dari Libya. Selain itu, AS telah mengerahkan dua kapal perang amfibi dan 1.200 pasukan Marinir di dekat perairan Libya. Mereka bersiaga bila diperlukan sewaktu-waktu untuk melakukan operasi kemanusiaan dan penyelamatan warga sipil. 

Juru bicara kepresidenan AS (Gedung Putih), Jay Carney, mengatakan bahwa belum ada rencana untuk melakukan aksi militer atas Libya. Namun, dia mengatakan bahwa mempersenjatai pemberontak merupakan pilihan yang tengah dibicarakan.

"Itu merupakan salah satu dari rentang opsi yang tengah dipertimbangkan," kata Carney. Namun, dia melanjutkan bahwa AS masih mempelajari latar belakang dan kekuatan kubu-kubu anti Khadafi dan apa dampaknya bila mempersenjatai mereka.

Pemerintah AS, menurut Carney, juga mempelajari mekanisme bantuan kepada kubu anti Khadafi. "Menurut saya masih terlalu dini untuk langsung mengirim banyak senjata ke Libya bagian timur [yang menjadi basis pemberontakan]. Kami tidak mau terburu-buru saat masih mempelajari berbagai opsi," kata Carney.   

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, PJ Crowley, mengingatkan bahwa mempersenjatai pemberontak merupakan tindakan yang ilegal, kecuali bila embargo senjata dari Dewan Keamanan PBB atas Libya diubah atau dicabut.

"Saat ini masih berlaku embargo senjata atas Libya, yang berarti akan ada pelanggaran bagi negara yang memberikan senjata kepada siapa pun di Libya," kata Crowley. "Itu tidak diperbolehkan. Namun, tergantung dari situasi, ada berbagai opsi yang tersedia bagi komunitas internasional," lanjut dia.

Sejak pergolakan dimulai 15 Februari lalu, dilaporkan banyak korban jiwa di Libya. Lembaga non pemerintah dan media massa internasional kesulitan untuk mendapatkan jumlah korban secara akurat karena kesulitan akses komunikasi dan transportasi.

Namun, Duta Besar Libya untuk PBB, Ali Suleiman Aujali, yakin bahwa sudah lebih dari 2.000 orang tewas dalam beberapa pekan terakhir. Warga yang melawan itu tumbang diberondong peluru tajam oleh pasukan Libya dan milisi pro-Khadafi, yang kebanyakan adalah tentara bayaran dari Chad. 




VIVAnews 

0 komentar:

Post a Comment