Washington - Dinas intelijen Amerika Serikat (AS) dan Israel bekerja sama dalam mengembangkan virus komputer yang merusak untuk menyabotase upaya Iran dalam pembuatan bom nuklir, demikian laporan New York Times, Sabtu (15/1).
Edisi dalam jaringan New York Times mengutip beberapa pakar militer dan intelijen yang mengatakan bahwa Israel telah melakukan percobaan untuk menilai seberapa efektif virus komputer "Stuxnet", yang tampaknya bertujuan merusak jaringan instalasi nuklir Iran pada November 2010, dan menghambat mereka dalam upaya pembuatan senjata nuklir pertamanya.
Percobaan tersebut dilakukan di kompleks Dimona yang terletak di padang pasir Negev di Timur Tengah, meskipun program senjata nuklirnya tidak diumumkan.
Para pakar dan pejabat mengatakan kepada Times bahwa upaya untuk membuat "Stuxnet" adalah proyek bersama Israel-AS dengan bantuan yang tidak diketahui atau diketahui oleh Inggris dan Jerman.
"Untuk mengetahui tentang cara kerja virus itu, Anda harus paham mesinnya dulu, virus itu efektif karena Israel telah mencobanya terlebih dahulu," kata seorang pakar kepada harian itu.
Spekulasi yang berkembang bahwa Israel adalah dalang dari virus "Stuxnet" yang menyerang sejumlah komputer di Iran, dan Teheran menyalahkan negara Yahudi serta AS atas terbunuhnya dua ilmuwan nuklir pada November dan Januari.
Laporan Times itu muncul di saat sebelumnya Iran mengatakan bahwa program pengayaan uraniumnya yang kontroversial itu telah "berkembang pesat", hanya beberapa hari menjelang pertemuan Teheran dengan enam negara kuat dunia terkait program nuklir itu.
Baik AS dan Israel baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka meyakini bahwa program itu mengalami kemunduran selama beberapa tahun. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton merujuk kepada serangkaian sanksi yang diberlakukan sejak Juni 2009 oleh Dewan Keamanan PBB dan beberapa negara lainnya.
Menteri Urusan Strategis Israel Moshe Yaalon yang juga merupakan mantan petinggi militer bulan lalu mengatakan bahwa serangkaian hambatan serta tantangan teknologi memaksa Teheran mundur sekitar tiga tahun lebih jauh lagi untuk memproduksi senjata nuklir.
Israel mendukung upaya yang dipimpin AS untuk mencegah Iran memperoleh kapabilitas senjata nuklir melalui sanksi, namun menolak untuk melakukan serangan militer terhadap negara seterunya itu.
Virus "Stuxnet" itu terbagi menjadi dua bagian utama, satu yang bertujuan untuk membuat fasilitas pengayaan uranium Iran bekerja di luar kendali.
Sementara satu bagian lagi merekam kegiatan sehari-hari di instalasi nuklir, dan kemudian memutar rekamannya kembali kepada operator sehingga semua akan terlihat seperti biasa selama operasi sabotase dilakukan, tulis harian Times itu.
"Stuxnet" menargetkan sistem kendali komputer buatan raksasa industri Jerman Siemens dan biasa digunakan untuk mengelola pasokan air, pengeboran minyak, pembangkit listrik dan infrastruktur penting lainnya.
Sebagian besar infeksi "Stuxnet" memang terjadi di Iran, sehingga membuat spekulasi bahwa virus itu memang ditakdirkan untuk menyabotasi instalasi nuklir Teheran.
Edisi dalam jaringan New York Times mengutip beberapa pakar militer dan intelijen yang mengatakan bahwa Israel telah melakukan percobaan untuk menilai seberapa efektif virus komputer "Stuxnet", yang tampaknya bertujuan merusak jaringan instalasi nuklir Iran pada November 2010, dan menghambat mereka dalam upaya pembuatan senjata nuklir pertamanya.
Percobaan tersebut dilakukan di kompleks Dimona yang terletak di padang pasir Negev di Timur Tengah, meskipun program senjata nuklirnya tidak diumumkan.
Para pakar dan pejabat mengatakan kepada Times bahwa upaya untuk membuat "Stuxnet" adalah proyek bersama Israel-AS dengan bantuan yang tidak diketahui atau diketahui oleh Inggris dan Jerman.
"Untuk mengetahui tentang cara kerja virus itu, Anda harus paham mesinnya dulu, virus itu efektif karena Israel telah mencobanya terlebih dahulu," kata seorang pakar kepada harian itu.
Spekulasi yang berkembang bahwa Israel adalah dalang dari virus "Stuxnet" yang menyerang sejumlah komputer di Iran, dan Teheran menyalahkan negara Yahudi serta AS atas terbunuhnya dua ilmuwan nuklir pada November dan Januari.
Laporan Times itu muncul di saat sebelumnya Iran mengatakan bahwa program pengayaan uraniumnya yang kontroversial itu telah "berkembang pesat", hanya beberapa hari menjelang pertemuan Teheran dengan enam negara kuat dunia terkait program nuklir itu.
Baik AS dan Israel baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka meyakini bahwa program itu mengalami kemunduran selama beberapa tahun. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton merujuk kepada serangkaian sanksi yang diberlakukan sejak Juni 2009 oleh Dewan Keamanan PBB dan beberapa negara lainnya.
Menteri Urusan Strategis Israel Moshe Yaalon yang juga merupakan mantan petinggi militer bulan lalu mengatakan bahwa serangkaian hambatan serta tantangan teknologi memaksa Teheran mundur sekitar tiga tahun lebih jauh lagi untuk memproduksi senjata nuklir.
Israel mendukung upaya yang dipimpin AS untuk mencegah Iran memperoleh kapabilitas senjata nuklir melalui sanksi, namun menolak untuk melakukan serangan militer terhadap negara seterunya itu.
Virus "Stuxnet" itu terbagi menjadi dua bagian utama, satu yang bertujuan untuk membuat fasilitas pengayaan uranium Iran bekerja di luar kendali.
Sementara satu bagian lagi merekam kegiatan sehari-hari di instalasi nuklir, dan kemudian memutar rekamannya kembali kepada operator sehingga semua akan terlihat seperti biasa selama operasi sabotase dilakukan, tulis harian Times itu.
"Stuxnet" menargetkan sistem kendali komputer buatan raksasa industri Jerman Siemens dan biasa digunakan untuk mengelola pasokan air, pengeboran minyak, pembangkit listrik dan infrastruktur penting lainnya.
Sebagian besar infeksi "Stuxnet" memang terjadi di Iran, sehingga membuat spekulasi bahwa virus itu memang ditakdirkan untuk menyabotasi instalasi nuklir Teheran.
(ANTARA News)
0 komentar:
Post a Comment