Hingga kini, orang tak pernah tahu kenapa ada begitu banyak kapal perang Amerika yang kerap datang untuk kegiatan yang sama di berbagai pelabuhan-pelabuhan stategis – termasuk sebelumnya tiga kapal perang Amerika dan Australia melancong di perairan Halong, Ambon, beberapa bulan lewat — seolah semua itu tak ubahnya kegiatan belanja ke pasar?
Situs resmi kota Denpasar Bali, pada Senin, 01/08/2011 melaporkan; USS Preble (DDG-88), kapal kelas destroyer yang sanggup meratakan Badung, Bangli, Buleleng dan Gianyar dalam hitungan menit, lego jangkar di Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali. Berita bilang, USS Preble (DDG-88) yang panjangnya 155 meter, lebar 20 meter dengan bobot 9,200 ton, kecepatan 30 knot (56 km / h) dengan personil 300 tentara, singgah untuk urusan ‘misi persahabatan‘ sekaligus ‘berlibur ke Pulau Dewata‘.
Ahli-ahli strategi bisa memberi 1.000 tafsir atas fenemona unjuk kekuataan kapal Amerika ini di saat belum ada satu pun roket tentara Indonesia yang bisa menjangkau sasaran 300 km dari tempatnya ditembakkan. Tapi Mayor Joseph Cahill nahkoda kapal yang didampingi Adrian Jansen dan Pas Intel Lanal V Denpasar Mayor Jatiar Sinaga bilang tak ada yang perlu dicemaskan. “Kami senang sekali bisa berkunjung ke Bali khususnya Denpasar,” ujar Mayor Joseph Cahill usai bertemu Wali Kota Denpasar, Rai Mantra. Ini misi persahabatan, kata mereka. Kapal membawa pesan hangat ‘persahabatan’ dan kemesraan seorang ‘mitra alami’ – dan mereka ingin semua orang percaya.
Aneh. Sebab jika Amerika sungguh ingin mengirim pesan damai dan persahabatan, kenapa yang mereka hadirkan justru kapal perang yang membawa bedil dan misil, yang sejarahnya penuh darah orang-orang sipil di Irak dan Afghanistan? Lupakah mereka kalau di benak kolektif orang-orang di Bali sana ada bara perlawanan pada londo yang datang dengan bedil?
Sebelum ini, beberapa bulan Lalu, kapal Perang Amerika USS Germantown yang bagian dari 31 st Marine Expeditionary Unit, unit kelana marinir Amerika yang berpangkalan di Sasebo, Jepang juga pernah lego jangkar di Pelabuhan Ujung di Tanjung Perak di Surabaya. Dengan panjang hampir menyamai dua lapangan sepak bola, kapal seperti katinting raksasa yang kemana-mana mengangkut ‘elemen-elemen’ operasi khusus; berbagai matra pasukan khusus dan alat-alat perang yang siap diterjunkan dalam perang konvensional dan asimetris dalam hitungan jam.
Di berbagai media, tak ada penjelasan dari pejabat militer di Bali soal kenapa urusan pariwisata dan persahabatan justru dipelopori oleh marinir pasukan asing. Tapi sudahlah. Ada yang lebih penting: Ada apa sebenarnya? Kenapa laut kita seperti turun kasta menjadi toilet kapal perang Amerika? Bukankah militer sendiri yang kerap bilang kalau laut adalah unsur strategis pertahanan dan sebab itu campur tangan asing – apalagi kehadiran kapal perang asing milik negara yang punya jejak panjang dalam kegiatan imperialistik – perlu ditekan sebesar mungkin?
Hingga kini, orang tak pernah tahu kenapa ada begitu banyak kapal perang Amerika yang kerap datang untuk kegiatan yang sama di berbagai pelabuhan-pelabuhan stategis – termasuk sebelumnya tiga kapal perang Amerika dan Australia melancong di perairan Halong, Ambon, beberapa bulan lewat — seolah semua itu tak ubahnya kegiatan belanja ke pasar?
Bukankah satu kapal perang cukup jika tujuan militer Amerika sekadar ingin mengecap keramahan dan kesantunan orang Indonesia? Tidakkah urusan peningkatan persahabatan dan pariwisata bisa tercapai tanpa membawa kapal yang dilengkapi dengan matra pasukan khusus dan alat-alat perang? Kenapa seperti dititahkan kalau semua itu hanya afdhal jika kapal perang Amerika melintasi beribu-ribu mil dari pangkalannya dan masuk ke pelabuhan-pelabuhan strategis Indonesia?
Ah, begitulah, “perhatian” Amerika Serikat pada Indonesia kian hari kian mirip kasih seorang paman yang menghadiahkan anjing Rottweiler sebesar anak sapi ke cucunya yang masih belajar merangkak.[Islam Times/ON/K-014]
Jalasveva Jayamahe. Tapi Laut Kita Bukan ‘Kakus’ Kapal Perang Amerika & Asing, Bukan?
Sumber : islamtimes.org
0 komentar:
Post a Comment