Nasib Presiden Husni Mubarak, seluruh aparatnya serta perlawanan rakyat sangat tergantung dari tindakan militer dan aparat keamanan.
Namun keduanya tidak sama. Secara garis besar, warga Mesir menghormati militer yang dipandang patriot melawan Israel ketika perang tahun 1967 dan 1973.
Namun polisi antihuru-hara, Pasukan Keamanan Pusat (Amn al-Markazi) milik Departemen Dalam Negeri dan menjadi kelompok terdepan dalam menghadapi pengunjuk rasa.
Polisi yang gajinya kecil dan kebanyakan buta huruf jumlahnya mencapai 330.000 personil ditambah dengan pasukan perbatasan.
Mereka sendiri melakukan kerusuhan pada awal kekuasaan Presiden Mubarak dan harus dikendalikan oleh militer.
Militer memiliki kekuatan sama dengan jumlah sekitar 340.000 personil dan berada di bawah komando Jenderal Mohamad Tantawi yang dekat dengan Amerika Serikat.
Jenderal Tantawi baru saja mengunjungi Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika. Mubarak memerintahkan angkatan darat turut ke jalan-jalan Kairo dan kota lainnya hari Jumat (28/1) untuk memberikan dukungan kepada polisi antihuru-hara yang jumlahnya kalah dengan pengunjuk rasa.
Namun kebanyakan dari demonstran berharap militer akan memihak mereka atau setidaknya menahan polisi yang bertindak brutal dalam menghadapi para pengunjuk rasa.
Oleh karena itu kedatangan iring-iringan kendaraan militer di Kairo Jumat malam disambut massa. Sampai sekarang Presiden Mubarak masih mendapat dukungan dari militer. Mubarak sendiri mengawali karirnya di Angkatan Udara Mesir.
Sebagai wakil presiden dia tiba-tiba ditarik ke tampuk kepresidenan ketika Anwar Sadat dibunuh tahun 1981.
Namun jika protes berlanjut dan semakin intensif akan muncul desakan dari perwira senior militer agar Mubarak meletakkan jabatannya.
Inilah perlawanan rakyat paling serius dalam lebih 30 tahun kekuasaan Mubarak.
BBC News
0 komentar:
Post a Comment