SEOUL – Krisis di Semenanjung Korea belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Walau Korea Utara (Korut) telah menyatakan kesediaannya berdamai, Presiden Korea Selatan (Korsel) Lee Myung-bak, Senin (3/1), menegaskan Korsel hanya akan bersedia berdamai jika Korut bersedia dilucuti perangkat dan senjata nuklirnya. Kecil kemungkinan Korut akan bersedia memenuhi syarat tersebut. “Saya ingatkan Korut bahwa jalan menuju perdamaian masih terbuka. Pintu dialog masih terbuka,” kata Lee, di Seoul, Korsel.
“(Namun Korut harus lebih dulu menyingkirkan) senjata nuklir dan premanisme militernya. Korut harus menunjukkan keseriusannya, mengupayakan perdamaian dan kerja sama (dengan Korsel) dalam perbuatan, bukan hanya kata-kata.” Lee mengemukakan persyaratan yang diajukan Korsel itu dalam pidato kenegaraan tahun barunya, menanggapi ajakan damai Korut. Korut, Sabtu (1/1), menyatakan kesediaannya berdialog dengan Korsel dan memperbaiki hubungan kedua negara yang selama setahun terakhir diwarnai konfrontasi dan ketegangan.
Dengan syarat yang diajukannya itu, kesediaan damai Korut tampaknya tetap tak akan berarti banyak bagi upaya penyelesaian krisis di Semenanjung Korea. Presiden Lee mengulangi lagi peringatannya bahwa Korsel menyerang lebih keras dan mematikan jika Korut sampai mengulangi serangan rudalnya seperti saat memborbardir Pulau Yeonpyeong, 23 November 2010 lalu.
Lee berjanji, jika Korut bersedia menunjukkan keseriusan berdamai (dilucuti senjata nuklirnya), Korsel akan berupaya meningkatkan kerja sama ekonominya. “Jika Korut menunjukkan keseriusan (berdamai), kami akan meningkatkan secara drastis kerja sama ekonomi kedua negara, bersama dengan komunitas internasional,” janjinya. Sebagian pengamat meragukan kesediaan Korut memenuhi persyaratan dari Korsel itu.
Namun mereka mengakui, peluang kembali ke perundingan enam pihak (Korsel, Korut, Jepang, AS, Rusia, China) mengenai program nuklir Korut mulai terbuka. “Korsel dan Jepang tetap paling skeptis pada kemungkinan dibukanya kembali perundingan enam pihak. Namun Korsel mengakui satu-satunya jalan realistis untuk dialog damai dengan Korut adalah melalui perundingan tersebut,” kata Baek Seung-joo, analis lembaga riset Korsel, KIDA (Korea Institute for Defence Analyses).
Sementara itu, Scott Snyder, analis dari lembaga riset Asia Foundation, menyatakan kesediaan Korsel untuk berdialog dengan Korut mungkin terkait dengan rencana pertemuan Presiden China dan Presiden AS Januari 2011 ini. Meskipun demikian, pandangan berbeda diutarakan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Kim Young-sun. Menurut Kim, perundingan enam pihak akan dapat dimulai kembali jika Korut bersedia dilucuti senjata nuklirnya sesuai janjinya dalam kesepakatan gencatan senjata tahun 2005.
Pada 19 September 2005, Korut berjanji menyingkirkan semua fasilitas dan senjata nuklirnya, bergabung kembali dalam NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty atau traktat pembatasan senjata nuklir dunia), dan mengizinkan kembali tim inspeksi badan atom dunia, IAEA (International Atomic Energy Agency), kembali memantau dan memeriksa berbagai fasilitas nuklir Korut.
Utusan Khusus AS untuk masalah Korut, Stephen Bosworth, akan berkunjung ke Korsel pada Selasa (4/1) untuk merundingkan langkah Korsel dan AS, dan penyelesaian krisis Semenanjung Korea. juga akan terbang ke China dan Jepang, pekan ini, untuk membahas masalah Korut dengan pemerintah Jepang. Dalam kunjungannya ke Korsel dan China, Bosworth akan ditemani oleh Utusan khusus AS untuk perundingan nuklir dengan Korut, Sung Kim.
“(Namun Korut harus lebih dulu menyingkirkan) senjata nuklir dan premanisme militernya. Korut harus menunjukkan keseriusannya, mengupayakan perdamaian dan kerja sama (dengan Korsel) dalam perbuatan, bukan hanya kata-kata.” Lee mengemukakan persyaratan yang diajukan Korsel itu dalam pidato kenegaraan tahun barunya, menanggapi ajakan damai Korut. Korut, Sabtu (1/1), menyatakan kesediaannya berdialog dengan Korsel dan memperbaiki hubungan kedua negara yang selama setahun terakhir diwarnai konfrontasi dan ketegangan.
Dengan syarat yang diajukannya itu, kesediaan damai Korut tampaknya tetap tak akan berarti banyak bagi upaya penyelesaian krisis di Semenanjung Korea. Presiden Lee mengulangi lagi peringatannya bahwa Korsel menyerang lebih keras dan mematikan jika Korut sampai mengulangi serangan rudalnya seperti saat memborbardir Pulau Yeonpyeong, 23 November 2010 lalu.
Lee berjanji, jika Korut bersedia menunjukkan keseriusan berdamai (dilucuti senjata nuklirnya), Korsel akan berupaya meningkatkan kerja sama ekonominya. “Jika Korut menunjukkan keseriusan (berdamai), kami akan meningkatkan secara drastis kerja sama ekonomi kedua negara, bersama dengan komunitas internasional,” janjinya. Sebagian pengamat meragukan kesediaan Korut memenuhi persyaratan dari Korsel itu.
Namun mereka mengakui, peluang kembali ke perundingan enam pihak (Korsel, Korut, Jepang, AS, Rusia, China) mengenai program nuklir Korut mulai terbuka. “Korsel dan Jepang tetap paling skeptis pada kemungkinan dibukanya kembali perundingan enam pihak. Namun Korsel mengakui satu-satunya jalan realistis untuk dialog damai dengan Korut adalah melalui perundingan tersebut,” kata Baek Seung-joo, analis lembaga riset Korsel, KIDA (Korea Institute for Defence Analyses).
Sementara itu, Scott Snyder, analis dari lembaga riset Asia Foundation, menyatakan kesediaan Korsel untuk berdialog dengan Korut mungkin terkait dengan rencana pertemuan Presiden China dan Presiden AS Januari 2011 ini. Meskipun demikian, pandangan berbeda diutarakan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel, Kim Young-sun. Menurut Kim, perundingan enam pihak akan dapat dimulai kembali jika Korut bersedia dilucuti senjata nuklirnya sesuai janjinya dalam kesepakatan gencatan senjata tahun 2005.
Pada 19 September 2005, Korut berjanji menyingkirkan semua fasilitas dan senjata nuklirnya, bergabung kembali dalam NPT (Nuclear Non-Proliferation Treaty atau traktat pembatasan senjata nuklir dunia), dan mengizinkan kembali tim inspeksi badan atom dunia, IAEA (International Atomic Energy Agency), kembali memantau dan memeriksa berbagai fasilitas nuklir Korut.
Utusan Khusus AS untuk masalah Korut, Stephen Bosworth, akan berkunjung ke Korsel pada Selasa (4/1) untuk merundingkan langkah Korsel dan AS, dan penyelesaian krisis Semenanjung Korea. juga akan terbang ke China dan Jepang, pekan ini, untuk membahas masalah Korut dengan pemerintah Jepang. Dalam kunjungannya ke Korsel dan China, Bosworth akan ditemani oleh Utusan khusus AS untuk perundingan nuklir dengan Korut, Sung Kim.
Koran Jakarta
0 komentar:
Post a Comment