KABUL – Kolonel Abdul Razzik pernah disebut sebagai seorang "aktor jahat" yang harus disingkirkan oleh para pejabat Amerika Serikat di Afghanistan, tapi kini keadaan berbalik 180 derajat. AS justru memuji Razzik sebagai pahlawan baru dalam serangan Kandahar sekaligus sebagai seorang pemimpin dengan potensi nasional.
Kolonel Razzik adalah seorang personel polisi perbatasan Afghanistan berusia 34 tahun yang buta huruf. Meski demikian, ia menyebut dirinya jenderal. Pria yang suka mengenakan jam tangan buatan Swiss yang mencolok itu mengendalikan perlintasan perbatasan sebelah selatan Afghanistan dengan Pakistan yang merupakan "lahan basah."
Dalam dua bulan terakhir, Razzik menjadi pilihan utama pasukan koalisi untuk menyingkirkan markas-markas Taliban di Provinsi Kandahar yang merupakan pusat perang AS sekaligus jantung kekuasaan gerilyawan.
Berbaliknya sikap terhadap Razzik memperlihatkan kemunduran upaya AS yang menginginkan pemerintahan lebih baik, meminggirkan para penjahat agar mendapat kepercayaan warga. Sejak Jenderal AS David Petraeus mengambil alih komando pasukan koalisi bulan Juli lalu, militer AS lebih berfokus pada upaya membunuh sebanyak mungkin anggota Taliban dengan bantuan sekutu lokal, siapa saja yang bisa ditemukan. Termasuk orang-orang kuat yang melakukan kejahatan-kejahatan yang membuat Taliban populer di mata warga.
Para pejabat AS mengatakan bahwa secara umum mereka masih tetap memegang prinsip-prinsip anti-perlawanan. Tapi, didahulukannya upaya menarget para komandan Taliban di kawasan-kawasan yang mengalami peningkatan kekerasan membuat upaya memerintah menjadi tidak mungkin.
"Sekarang yang jadi prioritas utama adalah mengalahkan Taliban. Jika hal ini telah berhasil dilakukan, kami bisa mengalihkan perhatian pada aktor-aktor jahat ini," kata Letnan Kolonel James Hayes dari Pasukan Khusus AS yang bekerja sama dengan Kolonel Razzik dalam serbuan-serbuan terakhir di Kandahar. "Razzik bisa mengalahkan Taliban," tambahnya.
Kolonel Razzik dan pasukannya yang terdiri dari 250 orang menjadi tak ternilai dalam operasi yang dipimpin AS untuk merebut benteng-benteng Taliban di Provinsi Kandahar, kata para komandan AS.
Tidak seperti pasukan keamanan Afghanistan lainnya, yang acap kali tidak efektif, enggan bertempur, atau tidak mengenal medan di Kandahar, orang-orang Razzik membuat kagum para komandan AS dengan kemampuan taktis dan determinasi mereka.
"Saya punya strategi yang jelas: Jika musuh menyerang kita, kita tak perlu memberi mereka bunga," kata Kolonel Razzik dalam sebuah wawancara saat ia menunggu kedatangan duta besar AS ke pangkalannya yang mirip benteng di kota perbatasan Spin Boldak.
"Tapi, mungkin hal itulah yang dilakukan lainnya hingga saat ini," tambah Razzik.
Kemampuan Kolonel Razzik untuk mengamankan perlintasan strategis Spin Boldak dari Taliban dalam beberapa tahun terakhir membuat ia terus dipercaya memegang jabatan. Jaminan tersebut tetap diberikan, apa pun pendapat dari para pejabat di Kabul dan Washington.
Hal itu menjadi landasan kekhawatiran bahwa Razzik memperkaya dirinya dan rekannya, saudara Presiden Hamid Karzai, Ahmed Wali Karzai, dari uang hasil penyelundupan heroin, penyuapan, dan kecurangan di bea cukai.
Keduanya membantah telah melakukan kejahatan dalam bentuk apa pun. Kolonel Razzik, yang juga dituding mengoperasikan penjara swasta dan mengeksekusi para tahanannya, mengatakan bahwa ia menantang para pejabat AS menemukan setidaknya satu laboratorium heroin di kawasannya.
Inti dukungan untuk Kolonel Razzik berasal dari sukunya, suku Achakzai, yang telah sejak lama mengendalikan jual beli obat terlarang di Spin Boldak dan mengendalikan milisi suku untuk membantu rezim pro-Uni Soviet pada tahun 1980-an. Kolonel Razzik mengatakan, pasukannya saat ini terbuka untuk semua suku.
"Kandidat (prajurit) idealnya adalah anak muda tangguh yang tidak punya keluarga dan tidak punya ikatan suku," kata Letkol Hayes. "Ia membesarkan mereka dan mereka hanya setia kepadanya. Mirip dengan Legiun Asing."
Hingga baru-baru ini, para pejabat koalisi mengambil pertimbangan suku dan keinginan mengekang kekuatan Kolonel Razzik sebagai alasan untuk melarang pasukannya beroperasi di luar Spin Boldak.
Para komandan AS membandingkan upaya Kolonel Razzik dengan serangan militer ke Irak di Basra pada tahun 2008.
"Dia telah menjadi seorang pahlawan rakyat," kata Kolonel Angkatan Darat AS Jeffrey Martindale, komandan Brigade 1, Divisi Infanteri 4, unit pasukan AS yang bertanggung jawab di Kota Kandahar dan Arghandab. "(Rakyat) Afghanistan menganggapnya sebagai solusi (asli) Afghanistan untuk masalah-masalah mereka."
Ketergantungan terhadap orang kuat setempat tidak hanya terjadi di Kandahar. Militer AS kini menggerakkan pasukan polisi lokal, sebuah jaringan milisi anti-Taliban yang nyaris tidak ada hubungannya dengan struktur pemerintahan daerah dan diasuh oleh Pasukan Khusus atau CIA.
Kolonel Razzik, yang mengaku melakukan beberapa operasi bekerja sama dengan CIA, namun membantah menerima uang dari CIA, bersama dengan Ahmed Wali Karzai merupakan aktor sentral dalam jaringan politik yang diwarnai kejahatan dan mengendalikan kawasan selatan Afghanistan. Mereka diduga mencurangi pemilu, meminta uang keamanan dan menyelundupkan obat terlarang.
Penolakan terhadap orang-orang macam itu merupakan alasan utama Taliban begitu kuat di kawasan tersebut. Tapi, setelah upaya gagal menyingkirkan saudara Karzai dari Kandahar dan mengekang Kolonel Razzik awal tahun ini, para komandan koalisi menyimpulkan bahwa memang hanya orang-orang macam itu yang menjadi sekutu mereka yang paling signifikan di selatan.
"Apa lagi pilihannya?" tanya seorang pejabat militer senior di Kabul. "Mereka akan tetap ada, apa pun yang kita lakukan. Apakah aktivitas kejahatan mereka akan berubah seiring jalannya waktu, masih harus dilihat nanti. Tapi, kami memang harus bekerja sama dengan meeka." (dn/ws)
suaramedia
Beware | Interesting
Thursday, November 18, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment