Clock By Blog Tips

Monday, October 4, 2010

Selebrasi Hari TNI

TANGGAL 5 Oktober setiap tahun adalah saat istimewa bagi Indonesia. Tentara Nasional Indonesia � dulu ABRI � merasa inilah hari yang harus diperingati untuk memberi arti tentang kehadirannya.
Di era Pak Harto, hari ABRI nyaris sama istimewanya dengan hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaannya dilakukan secara besar-besaran.
Tetapi sekarang di era reformasi, tanggal 5 Oktober hadir dan diberi makna berbeda. Bahkan jauh berbeda. Hari TNI hadir dan dimaknai dalam suasana yang lain, kalau tidak mau dikatakan berkurang.
Tidak hanya hari TNI yang mulai surut sebagai selebrasi. Peristiwa-peristiwa penting dan monumental dalam sejarah Indonesia seperti hari kesaktian Pancasila tanggal 1 Oktober mulai tidak membekas sebagai peristiwa penting. Hampir semuanya hadir dan berlalu dalam kesepian.
Kecuali hari kemerdekaan 17 Agustus yang masih dirayakan sebagai pesta semua orang, hari-hari penting lainnya menyusut menjadi pesta atau selebrasi ekslusif. Hari TNI hanyalah penting bagi tentara, hari polisi hanya perayaan polisi, hari Pancasila hanya berarti bagi segelintir yang masih merasakan manfaat dan maknanya.
Selebrasi yang semakin ekslusif dan redup terhadap 5 Oktober sebagai hari TNI berkaitan erat dengan berkurangnya apresiasi terhadap fungsi kelembagaan. Ini tidak semata arus semangat di kalangan khalayak ramai, tetapi juga arus yang mewataki kalangan TNI juga. Andaikata tidak perintah dari para komandan, apakah semua tentara di negara ini memasuki hari ini dengan selebrasi? Belum tentu.
Ini, di satu sisi bisa dibenarkan dari argumen makna, bukan bentuk hakikat, bukan selebrasi. Hura-hura tidak selamanya memberi arti pada kedalaman makna dan apresiasi peran.
Tetapi di sisi yang lain, reduksi selebrasi tidaklah berbahaya jika pemaknaan semakin kuat dan dalam. Makna TNI tidaklah redup hanya karena selebrasi yang kian terbatas. Selebrasi yang hebat tidak selamanya memantulkan hakikat dan pemaknaan yang hebat.
Dengan demikian, pada posisi manakah hari TNI hari ini dimaknai? Selebrasi yang sederhana karena kita lebih mementingkan makna? Atau selebrasi yang sepi karena pemaknaan dan apresiasi yang susut?
Untuk menjawab ini, mari berkaca pada kondisi faktual TNI sekarang. Reformasi menyadarkan tentang reposisi TNI. Reposisi sebenarnya pilihan semantik terhadap desakan amarah publik agar TNI back to barrack. Tetapi dalam praktik TNI sebenarnya telah digeser ke sudut peran. Peran yang dulu sangat dominan telah tergusur banyak oleh polisi.
Kalau mau jujur banyak sekali konflik dalam masyarakat, entah yang hebat maupun yang sederhana, berawal dari pertikaian peran antara tentara dan polisi.
Reduksi peran TNI menjadi kekuatan pertahanan dari semula kekuatan hankam, belum mampu memberi signifikansi baru yang pas. Tentara kembali ke barak atas nama kemurnian peran, tetapi sesungguhnya kehilangan peran karena belum ditantang oleh peran sesungguhnya.
Bila tidak ada perang dalam jangka waktu lama, kita khawatir tentara kehilangan aktualisasi perannya. Rakyat akan menilai tentara sebagai pemborosan. Padahal tentara, dalam suasana damai pun adalah kekuatan vital.
Salah satu aktualisasi baru yang perlu diperankan agar memperbesar makna adalah menjaga kedaulatan Indonesia di perbatasan. Dengan demikian tentara di zaman damai seperti sekarang harus lebih banyak ditempatkan di daerah perbatasan, tidak terkonsentrasi di kota. Selebrasi hari TNI akan memperoleh makna yang menguatkan kehadiran dan peran TNI, jika itu dilakukan di sepanjang perbatasan. Tidak di kota besar. Dirgahayu TNI 

.(Laurens Tato-Inilah.com)

0 komentar:

Post a Comment