Clock By Blog Tips

Monday, October 18, 2010

Mengenal lebih dekat : Pesawat Pengintai Tempo Dulu

Gannet : Pesawat AKS TNI-AL Tempo Doeloe
Gannet di museum Satria<br />
Mandala” title=”Gannet-10″ width=”300″ height=”203″ class=”size-medium wp-image-317″ /><p class=Gannet di museum Satria Mandala
 
Dengan luas wilayah laut yang begitu luas, ironis bagi kekuatan angkatan laut Indonesia yang saat ini tak memiliki satuan pesawat AKS (anti kapal selam). Walau ada Boeing 737 surveillance, N22 Nomad dan CN-235 MPA (maritim patrol aircraft), kedua pesawat tadi hanya sebatas mampu melakukan fungsi pengintaian, tanpa bisa melakukan aksi tindakan bila ada ancaman kapal selam. Maklum Boeing 737, Nomad dan CN-235 MPA tidak dibekali senjata ke permukaan.
Dua bilah baling-baling menjadi ciri khas Gannet
Dua bilah baling-baling menjadi ciri khas Gannet
Tambah miris lagi perasaan kita, justru negeri tetangga – Thailand, Filipina dan Singapura kini punya armada pesawat AKS (anti kapal selam), yakni Fokker F-27 Enforcer yang dirancang bisa menggotong rudal Harpoon, AM39 Exocet dan Sea Skua. Hakikatnya pesawat AKS adalah pesawat pengintai maritim juga yang dilengkapi radar dan sensor untuk mendeteksi obyek di permukaan dan bawah laut. Tapi ada peran yang ditambahkan dari pesawat intai maritim biasa, yakni kemampuan aksi untuk menghancurkan keberadaan kapal selam.
Sayap Gannet bisa dilipat untuk pengoperasian di kapal induk
Sayap Gannet bisa dilipat untuk pengoperasian di kapal induk
Sedikit mengintip ke sejarah masa lampau, TNI-AL lewat korps Penerbal (Penerbangan Angkatan Laut) pernah memiliki armada pesawat AKS buatan Inggris. Pesawat yang dimaksud adalah Fairey Gannet. Pesawat ini sangat khas, pertama karena sosoknya yang terlihat tambun dan kedua, Gannet punya dua bilah baling-baling yang sejajar di bagian hidung. Dua bilah baling-baling ini berputar saling berlawanan arah. Masuknya pesawat AKS jenis Ganet ke jajaran TNI-AL diawali dengan kontrak pembelian pesawat Gannet tipe AS-4 dan T-5 oleh KSAL dengan pihak Fairey Aviation Ltd (Inggris) pada tanggal 27 Januari 1959 di Jakarta.
Gannet milik AL Jerman
Gannet milik AL Jerman
Sebagai pesawat AKS, Gannet dirancang untuk bisa beroperasi dari landasan kapal induk, untuk itu sayap Gannet dapat dilipat dan untuk pendaratan dilengkapi pengait. Gannet yang dirancang pasca perang dunia kedua (1955) dioperasikan oleh empat negara, yakni Inggris, Indonesia, Australia dan Jerman. TNI-AL sendiri menempatkan satuan Gannet dalam skadron 100 AKS sebagai bagian dari kampanye operasi Trikora. Untuk ’mengganyang’ kapal selam musuh, Gannet dibekali kemampuan membawa dua unit torpedo yang ditempatkan dalam bomb bay. Serta tak ketinggalan peluncur roket dibawah kedua sayap.
Gannet milik Australia
Gannet milik Australia
Namun disebabkan insiden jatuhnya beberapa Gannet, pesawat ini tak dioperasikan dalam waktu lama karena sistem avionik yang kurang baik. Alhasil nasib Gannet keburu di grounded di semua negara. Jejak rekam sejarah pesawat tambun dengan tiga awak ini bisa dijumpai sebagai monumen di museum Satria Mandala, Jakarta dan Lanunal Juanda, Surabaya. Kedepan mudah-mudahan TNI-AL bisa memiliki pesawat AKS modern, dengan begitu pastinya lawan pun akan segan pada negeri ini. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Monumen Gannet TNI-AL di lanudal Juanda
Monumen Gannet TNI-AL di lanudal Juanda
Formasi Gannet TNI-AL dalam kenangan
Formasi Gannet TNI-AL dalam kenangan
Manuver Gannet TNI-AL
Manuver Gannet TNI-AL
Gannet TNI-AL di sebuah apron bandara
Gannet TNI-AL di sebuah apron bandara
Formasi tunggal Gannet TNI-AL
Formasi tunggal Gannet TNI-AL
Spesifikasi
Pembuat : Fairey Aviation, UK
Awak : 3
Mesin : 1× Armstrong Siddeley Double Mamba ASMD.4 turboprop, 3,875 hp (2,890 kW)
Kecepatan : 402 Km/jam
Jarak Operasi : 1127 Km
Endurance terbang : 5 – 6 jam
h1

N22/24 Nomad – Si Pengintai Lawas TNI-AL

22/07/2009
1007240
Inilah ikon dunia penerbangan TNI-AL pada dasawarsa terakhir, walau sudah berusia tua dan sebagian telah di grounded, tetap saja pesawat N22/N24 Nomad menjadi andalan utama TNI-AL untuk tugas pengintaian dan patroli maritim. Hal ini dibuktikan terakhir saat konflik Ambalat meletus beberapa bulan lalu, Nomad menjadi ujung tombak TNI-AL untuk melakukan patroli di wilayah perairan.
Pesawat buatan GAF (Government Aircraft Factories) dari Australia ini kerap terbang rendah “menyambar” kapal-kapal asing yang dicurigai membawa muatan ilegal. Nomad memang punya kemampuan terbang rendah 15 meter dari permukaan, pesawat ringan dengan dua mesin turboprop ini dirancang untuk bisa melakukan STOL (Short Take Off Landing), dan dipersiapkan untuk bisa mendarat di landasan tanah atau rumput. Dengan kemampuannya, pesawat ini pun pernah menjadi bintang dalam film seri Flying Doctors (pernah diputar di RCTI pada dekade tahun 90-an).
Nomad bersanding dengan C-212
Nomad bersanding dengan C-212
Nomad pun dirancang dalam beberapa varian, termasuk sipil dan militer. Untuk versi militer, selain tentu digunakan oleh Australia (AD dan AL), ada beberapa negara lain yang menggunakan Nomad versi ini, diantaranya adalah Indonesia (TNI-AL), Papua New Guinea, Filipina dan Thailand. TNI-AL sendiri kabarnya memiliki sekitar 26 unit Nomad N22/N24 Searchmaster yang tergabung dalam skadron 800 Intai Maritim. Tipe N24 memiliki kemampuan radar intai tambahan APS-104. Sekedar informasi, Nomad tidak dilengkapi dengan alat pertahanan diri (chaff) dan persenjataan.
Varian Nomad
Varian Nomad
N24 Nomad Searchmaster dengan radar APS-104
N24 Nomad Searchmaster dengan radar APS-104

Tapi sayang karena pesawat ini sering jatuh dan berusia lanjut (terbang perdana sejak tahun 1971), muncul keputusan untuk meng-grounded Nomad, TNI-AL berencana mengganti Nomad dengan jenis CN-235 MPA atau C-212 MPA. Di Australia sendiri pesawat ini sudah tak lagi digunakan dan dimasukkan dalam museum. Alasan grounded juga didasari kelangkaan suku cadang, karena pabrik Nomad sendiri telah tutup. Di Indonesia, selain masih ditempatkan di wilayah operasi, salah satu Nomad (P.806 N2255) kini juga ditempatkan sebagai monumen di kota Lamongan, Jawa Timur. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Nomad mengalami kecelakaan, as roda patah
Nomad mengalami kecelakaan, as roda patah

Formasi aerobatik Nomad Penerbal TNI-AL
Formasi aerobatik Nomad Penerbal TNI-AL

Spesifikasi
Negara Pembuat : Australia
Mesin : TwoPowerplant type : Allison 250-B17C turbopropsMax Power Rating : 313kW (420shp)
Dimensi Length : 12.56m (41ft 2.5in)Height : 5.52m (18ft 1.25in)Wingspan : 16.52m (54ft 2.5in)Wing Area : 30.10m2 (324sq ft)
Berat : Empty Weight : 2,150kg (4,740lb)Max Take-off Weight : 3,856kg (8,500lb)
Landing Gear
Type : Retractable tricycle type with twin-wheel main units and a single-wheel nose unit
Performance
Cruising Speed : 168kt (311km/h; 193mph)Maximum Range : 730nm (1,352km; 840mi)Service Ceiling : 21,000ft (6,400m)
h1

Boeing 737 Surveillance – Jet Pengintai TNI-AU


b737mrop4
(Foto : Indoflyer.net)

Tampilannya tak beda jauh dengan pesawat komersial biasa, akan tetapi kemampuannya sangat luar biasa. Pesawat Boeing-737 milik TNI Angkatan Udara ini mampu mengamati seluruh gerak-gerik di atas perairan Indonesia yang luasnya mencapai 8,5 juta kilometer persegi.
Sesuai dengan tugasnya, tiga pesawat Boeing-737 Maritime Patrol yang berbasis di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin, Makassar, ini setiap hari melakukan pengamatan udara dan maritim (air and maritime surveillance) di seluruh wilayah perairan Indonesia. Secara bergantian ketiganya mengamati secara sistematik ruang udara, permukaan daratan, maupun perairan, lokasi, atau tempat, sekelompok manusia atau obyek-obyek lain, baik secara visual, aural, fotografis, elektronis, maupun dengan cara lain.
“Tugas kami hanya mendeteksi. Hasil deteksi yang diperoleh disampaikan ke komando atas, yang akan menentukan tindakan selanjutnya. Bila perlu hasil deteksi itu dikoordinasikan dengan TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat, Kepolisian RI, atau instansi terkait,” ungkap Kapten (Pnb) Sumanto, Komandan Flight Operasi Skadron 5.
Peran pengamatan udara itu penting bagi Indonesia untuk dapat dimanfaatkan mencegah pengambilan ikan secara ilegal oleh nelayan asing, dan untuk menggagalkan penyelundupan kayu, serta minyak yang sampai sekarang masih marak di perairan Indonesia.
Skadron 5 yang berpangkalan di Lanud hasanuddin, Makassar, menerima tiga Boeing B737-200 2X9 Surveiller untuk menggantikan Grumman UF-1 Albatross. Pesawat berjulukan Camar Emas ini diberi registrasi AI-7301, AI-7302, dan AI-7303. Pengiriman pesawat yang dipesan April 1981 ini dilakukan secara maraton mulai dari 20 Mei 1982, 30 Juni 1983, dan 3 Oktober 1983. dengan kekuatan tiga pesawat, berarti tiap pesawat harus melakukan pengintaian sepertiga wilayah Indonesia.
Dari segi performa, Camar Emas tidak kalah garang dengan pesawat pengintai yang telah terkenal seperti E-8-J-STARS (Joint Surveillance and Target Attack Radar System), E-3 Sentry AWACS, Bariev A-50 Mainstay AWACS, DC-8-72F SARIGUE NG, P-3C Orion atau radar terbang masa datang Australia B737-700 Wedgetail –versi New Generation B737 yang dikonversi untuk kepentingan intelijen. Tidak percaya? Intip saja alat pengendus yang diusung.
Dihidungnya ada radar double agent AN/APS-504 (V)5. selain berfungsi konvensional, radar ini bisa diset mendeteksi sasaran di permukaan atau di udara. Jarak pindainya luar biasa, 256 Nm (Nano Meter)
Navigasi dan komunikasinya juga kompak. Saat ini B737 dilengkapi sistem navigasi INS LTN-72R terintegrasi dengan GPS. Karena memainkan peran penting dalam air intelligence, komunikasi tidak saja masuk kategori wajib, tapi juga harus mempunyai tingkat aksesbilitas tinggi. Untuk B737, saluran telepon bisa terhubung langsung dengan komando pusat. Tampilan instrumen yang menawan (pilot color high resolution display), makin mempercanggih suasa kokpit.
Boeing 737 MPA tengah beraksi di laut
Boeing 737 MPA tengah beraksi di laut

Tugas pokok Skadron 5 adalah, melakukan pengintaian udara strategis dan pengawasan maupun pengamanan terhadap semua objek bergerak di permukaan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan jalur lalu lintas damai. Informasi yang dihasilkan B737 sangat penting dalam masa perang dan damai. Kegiatan eksploitasi informasi dalam hubungannya dengan air power terdiri dari tiga hal. Yaitu informasi, reconnaissance, dan surveillace. Hubungan ketiga faktor ini dengan intelijen sangat erat.
Maritime Patrol ini dilengkapi peralatan SLAMMR (Side Looking Airborne Multi Mission Radar), suatu alat sensor dengan daya deteksi yang sangat kuat pada suatu daerah yang sangat luas. Dengan SLAMMR, Boing-737 ini mampu mendeteksi wilayah perairan seluas 85.000 mil persegi per jam. Di tambah lagi peralatan navigasi Internal Navigation System dan Omega Navigation System serta peralatan komunikasi modern.
Tiga pesawat Boeing-737 itu berbasis di Skadron Udara 5 Lanud Hasanuddin, Makassar, sejak 1 Juni 1982. Tahun 1993, ketiganya menjalani up-grade di tempat kelahirannya di Seattle, Amerika Serikat. Sehingga mengalami peningkatan kemampuan pada SLAMMR Real Time, Infra Red, Search Radar, serta sistem navigasi dan komunikasi yang diintegrasikan dengan DPDS (Data Processing Display System).
Dengan kemampuan yang dimiliki itu, Boeing-737 Maritime Patrol melakukan tugas pengawasan dan pengintaian di perairan Nusantara, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). Di samping itu, mengawasi daerah musuh tanpa harus terbang di atas wilayahnya.
Dalam melaksanakan tugasnya, Maritime Patrol didukung 64 kru, yang terdiri dari dua orang instruktur/kapten pilot, 12 co-pilot, 16 juru mesin udara (engineering), lima juru muat udara (load master), 10 operator console, 14 observer, tiga juru foto udara, dan dua flight surgeon.
Dengan jumlah pesawat yang masih terbatas untuk memantau wilayah kita yang sangat luas, Skadron Udara 5 dituntut mampu mengoptimalkan alat utama sistem senjata (alutsista) yang ada. “Dalam kondisi seperti ini kita tidak kenal menyerah. Berbekal basis pengetahuan yang dimiliki, kami mencoba mengombinasikan dengan pengalaman yang dihadapi dalam pemeliharaan di lapangan. Pengalaman itu kemudian menjadi pengetahuan yang baru bagi kami, untuk memperpanjang usia pakai peralatan,” kata Kepala Dinas Pemeliharaan Skadron Udara 5, Kapten (Tek) Ifan BM.
Tanggal 14 September 1993, pesawat Boeing 737 AI-7301 kembali dari AS setelah mengalami peningkatan kemampuan dengan modifikasi. Adapun kemampuan yang ditingkatkan adalah Slammr Real Time, Infra Red Detection System (IRDS), Search Radar, sistem navigasi dan komunikasi yang terintegrasi dengan DPDS (Data Proccessing Display System). Sedangkan untuk pesawat AI-7303 modifikasi dilakukan di IPTN (sekarang PT DI) Bandung. Terakhir kita melihat kiprah pesawat ini saat turut mencari lokasi jatuhnya pesawat Adam Air di laut Sulawesi. (dikutip dari www.kompas.com)

Spesifikasi Boeing 737-200 2X9 Surveiller
Dimensions
Wingspan 28.35 m (93 ft 01 in)
Tail Height 11.23 m (36 ft 84 in)
Overall Length 30.53 m (100 ft 16in)
Cabin Width (floor level) 3.3 m ( 10 ft 8 in)
Cabin Length 28.2 m ( 92 ft 8 in)
Design Weights
Maximum Taxi Weight 53 297 kg (117 498 lbs)
Maximum Landing Weight 47 627 kg (104 998 lbs)
Maximum Zero Fuel Weight 43 090 kg (94 996 lbs)
Operating Empty Weight 29 400 kg (64 815 lbs)
Design Weights
Power P & W JT8D-17A
Cruising Speed 760 km/h ( 410 kts)
Cruising Altitude 10 668 m (35 000 ft)
Range 2 414 km (1 500 miles)
Passenger Capacity 107
Fuel Capacity Volume 19 544 l (15 635 kg)
h1

PBY-5A Catalina : Legenda Pesawat Intai Amfibi

03/02/2009
100_1918
Catalina TNI-AU dengan logo skadron 5
Meski secara kuantitas perangkat tempur Indonesia serba terbatas, masih ada yang bisa dibanggakan dari koleksi arsenal tempur TNI-AU kita. Pasalnya TNI-AU pernah menjadi operator pesawat intai ampfibi terpopuler sepanjang masa, yakni PBY-5A Catalina. PBY-5A Catalina adalah pesawat amfibi dengan dua mesin baling-baling buatan Pratt & Whitney. Menilik dari sejarahnya, Catalina pertama kali diluncurkan pada bulan Maret 1935, dan terus diproduksi hingga tahun 1940-an oleh perusahaan Consolidated Aircraft dan American Aircraft Manufactures.
Catalina dari sisi samping kanan
Catalina dari sisi samping kanan
PB sendiri diartikan sebagai Patrol Bomber, tak lain karena Catalina  mampu menggotong ranjau laut, aneka bom, torpedo dan senapan mesin kaliber 50 milimeter. Kiprah Catalina demikian dominan pada era Perang Dunia II. Dengan ruang kokpit dan jendela yang serba luas, Catalina menjadi pesawat intai favorit banyak negara, termasuk juga kemudian digunakan Indonesia pada periode tahun 1950-an. Dengan kemampuan amfibi, Catalina juga banyak berjasa untuk misi SAR (search and rescue) tempur di laut lepas. Pun hingga saat ini Catalina masih digunakan secara terbatas di beberapa negara untuk keperluan pemadam kebakaran hutan.
Catalina kini menjadi etalase Museum Dirgantara Yogyakarta
Catalina kini menjadi etalase Museum Dirgantara Yogyakarta
PBY-5A Catalina masuk ke lingkungan TNI-AU sebagai buah dari realisasi konfrensi Meja Bundar tahun 1949. Dari hasil konfrensi tersebut, Indonesia mendapat limpahan beberapa perangkat militer tempur dari Belanda, diantaranya adalah delapan unit Catalina bekas pakai Angkatan Udara Hindia Belanda. Catalina resmi masuk jajaran TNI-AU di skadron 5 Pengintai Laut pada tahun 1950. Awalnya skadron 5 berkedududkan di Lanud Husein Sastranegara, Bandung. Dan setahun kemudian pindah ke Lanud Abdul Rahman Saleh Malang. Kini skadron 5 telah memiliki home base di Lanud Hasanuddin sejak tahun 1982. (Haryo Adjie Nogo Seno)

Catalina milik Angkatan Udara Belanda
Catalina milik Angkatan Udara Belanda
Spesifikasi PBY-5A Catalina
Crew
Normal Crew of Seven to Nine
Engines
Two Pratt & Whitney R-1830-92 Engines
Twin-row 14 cylinder Air-cooled Radials
1,200 hp @ 2,700 rpm
Armament
Five .50 calibre Machine Guns
Four 325 lb (147Kg) Depth-charges or
Two Mark XIII Torpedoes or
Four 500 (227)  or 1,000 lb (454 Kg) Bombs
Speed
Max. Speed 178 mph (286 kph) @ 7,000 feet (2134 m)
Cruise Speed 113 mph (182 kph)
Dimensions
Length 63′ 6″ (19.35 m)
Height 22′ 6″  (6.85 m)
Wing Span 104′ (31.69 m)
Weight
Max. Weight 34,450 lbs (15,626 Kg)
Empty Weight 21,000 lbs (9525 Kg)
Fuel
Max. Fuel 1,750 US gallons (6624 Lt)
Range
Maximum Range 2,535 miles (4079 Km)

http://indomiliter.wordpress.com/

1 komentar:

Unknown said...

It seems I'm on the right track, I hope I can do well. The result was something I did and was doing to implement it. www.clickjogosclick.com

Post a Comment